Ini Hukumnya Sudah Mampu tapi Tidak Berangkat Haji

Hantoro, Jurnalis
Jum'at 24 Mei 2024 18:24 WIB
Ilustrasi hukumnya orang yang sudah mampu tapi tidak berangkat haji. (Foto: Shutterstock)
Share :

INI hukumnya sudah mampu tapi tidak berangkat haji. Dai muda Ustadz Yulian Purnama S.Kom menjelaskan para ulama sepakat bahwa ibadah haji hukumnya fardhu ‘ain bagi mereka yang mampu.

Dilansir laman Konsultasi Syariah, dalil ibadah haji wajib bagi Muslimin yang mampu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS Ali Imran: 97) 

Diketahui juga bahwa ibadah haji adalah salah satu Rukun Islam. Dari Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

"Islam dibangun di atas lima perkara: Bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berhaji, dan berpuasa di bulan Ramadhan." (HR Bukhari nomor 8 dan Muslim: 16)

Patokan Mampu Berhaji 

Haji wajib hukumnya bagi orang yang mampu melaksanakannya. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran Surat Ali Imran Ayat 97 tersebut. Demikian juga Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

"Allah tidak membebani manusia kecuali sesuai kemampuannya." (QS Al Baqarah: 286)

Lalu patokan "mampu" dijelaskan dalam kitab Al-Fiqhul Muyassar halaman 173, yakni dengan melihat empat poin:

1. Mampu secara harta, sehingga ia memiliki bekal untuk perjalanan dan mampu meninggalkan nafkah yang cukup untuk keluarga yang ditinggalkan.

2. Mampu melakukan perjalanan ke Baitullah.

3. Mampu secara fisik, tidak sedang sakit parah atau tua renta yang membuat ia tidak bisa melakukan perjalanan ke Baitullah.

4. Jalur perjalanan menuju ke Baitullah dalam kondisi aman, tidak ada bahaya seperti perampok, wabah, perang, dan semisalnya.

Jika salah satu kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka belum dikatakan mampu sehingga belum wajib untuk berhaji.

Kemudian ada satu kriteria lagi bagi wanita yang ini diperselisihkan oleh para ulama, yaitu mampu menghadirkan mahram untuk melakukan perjalanan haji, ketika tempat tinggalnya jauh dari Makkah. 

Para ulama berbeda pendapat menjadi tiga terkait mahram tersebut:

- Ulama Hanabilah berpendapat wajibnya hal ini secara mutlak.

- Ulama Syafi'iyyah berpendapat tidak wajibnya ditemani mahram untuk haji wajib.

- Adapun Ulama Malikiyah berpendapat wajib bersama mahram jika ada, namun boleh tanpa mahram jika tidak ada. Ini juga pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Pendapat yang kuat, wanita wajib menghadirkan mahram untuk haji maupun umrah. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بامْرَأَةٍ إلَّا وَمعهَا ذُو مَحْرَمٍ، وَلَا تُسَافِرِ المَرْأَةُ إلَّا مع ذِي مَحْرَمٍ، فَقَامَ رَجُلٌ، فَقالَ: يا رَسولَ اللهِ، إنَّ امْرَأَتي خَرَجَتْ حَاجَّةً، وإنِّي اكْتُتِبْتُ في غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا، قالَ: انْطَلِقْ فَحُجَّ مع امْرَأَتِكَ

"Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya. Dan seorang wanita tidak boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya." Maka seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku hendak berhaji, dan aku sudah terdaftar untuk berangkat (jihad) perang ini dan itu." Nabi bersabda, "Pulanglah dan temanilah istrimu berhaji." (HR Bukhari nomor 5233 dan Muslim: 1341)

"Dalam hadits ini, laki-laki yang ingin pergi berjihad diminta oleh Nabi untuk tidak berangkat berjihad demi menemani istrinya berhaji. Ini mengindikasikan wajibnya hal tersebut. Dan tidak boleh wanita berhaji atau berumrah tanpa ditemani oleh mahramnya. Ini pendapat yang dikuatkan oleh ulama kibar mu'ashirin seperti Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, dan Syekh Shalih Al-Fauzan," jelas Ustadz Yulian Purnama. 

Hukum Orang Mampu tapi Tidak Berhaji 

Sebagian ulama, seperti Al-Hasan Al-Bashri, Nafi', Ibnu Habib Al-Maliki, menganggap kafirnya orang yang tidak berhaji padahal mampu. Dalil mereka adalah Alquran Surat Ali Imran Ayat 97, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman di akhir ayat:

وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

"Barang siapa kufur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS Ali Imran: 97)

Lalu juga karena haji adalah salah satu Rukun Islam. Kemudian menurut mereka, jika salah satu Rukun Islam tidak dipenuhi padahal mampu, maka pelakunya kafir keluar dari Islam.

Dalil yang lainnya juga riwayat dari Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan:

مَن أطاقَ الحجَّ، فلم يحُجَّ فسواءٌ عليه مات يهوديًّا أو نصرانيًّا

"Barang siapa yang mampu berhaji namun tidak berangkat haji, maka sama saja apakah ia mati sebagai orang Yahudi atau sebagai orang Nasrani." (HR Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya, 1: 387, dishahihkan Hafizh Al-Hakami dalam Ma'arijul Qabul, 2: 639)

Perkataan semisal ini juga diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhuma. Namun, riwayat ini tidak secara tegas menunjukkan kafirnya orang yang tidak menunaikan ibadah haji.

Oleh karena itu, jumhur ulama tidak menganggap kafir orang yang tidak berhaji padahal mampu. Ini adalah kesepakatan para sahabat Nabi. Abdullah bin Syaqiq Al-‘Uqaili rahimahullah mengatakan:

لم يكن أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم يرون شيئا من الأعمال تركه كفر غير الصلاة

"Dahulu para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam tidak memandang ada amalan yang bisa menyebabkan kekufuran jika meninggalkannya, kecuali sholat." (HR Tirmidzi nomor 2622, dishahihkan Syekh Al Albani dalam Shahih At-Tirmidzi)

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan:

ومن تركه وهو قادر فهو على خطر، وقد روي عن علي أنه قال فيمن تركه وهو قادر: لا عليه أن يموت يهوديًا أو نصرانيًا وهذا من باب الوعيد، هذا من باب التحذير والوعيد وإلا فليس بكافر، من تركه ليس بكافر لكنه عاصي إذا ترك الحج وهو يستطيع

"Siapa yang meninggalkan haji padahal ia mampu melakukannya, maka ia dalam bahaya. Terdapat riwayat dari Ali bin Abi Thalib bahwa ia berkata: Siapa yang mampu haji namun tidak naik haji maka sama saja apakah ia mati sebagai orang Yahudi atau sebagai orang Nasrani. Perkataan beliau ini adalah ancaman, peringatan keras, namun bukan pengkafiran. Orang yang meninggalkan ibadah haji padahal mampu, ia tidak kafir namun ia telah bermaksiat." (Fatawa Nurun 'alad Darbi, rekaman nomor 273, pertanyaan nomor 16)

"Dengan demikian orang yang mampu haji namun tidak berangkat haji, dia tidak sampai kafir keluar dari Islam, namun telah melakukan dosa yang besar dan keislamannya dalam bahaya yang besar. Karena yang ia tinggalkan adalah salah satu Rukun Islam," tegas Ustadz Yulian Purnama.

"Oleh karena itu bagi siapa saja yang sudah mampu untuk menunaikan ibadah haji, hendaknya bersegera untuk menunaikannya. Semoga Allah Ta'ala memberikan kemudahan," pungkasnya.

Wallahu a'lam bisshawab

(Hantoro)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya