JAKARTA - Kasus intoleransi sepanjang 2020 dinilai masih merebak bahkan cenderung meningkat. Karena itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengingatkan semua pihak agar kembali kepada jati diri bangsa yang menghargai kemajemukan, pluralitas, serta heterogenitas yang dirumuskan dalam sebuah konsensus agung bernama Pancasila yang dibangun di atas bingkai Bhineka Tunggal Ika.
Baca Juga: Aa Gym Positif Covid-19, Ustaz Yusuf Mansur Ajak Mendoakan Kesembuhan
"Perbedaan harus menjadi energi untuk memproduksi kekuatan kolektif sebagai sebuah bangsa, bukan dijadikan sebagai benih untuk menumbuhkan perpecahan. Kebinekaan harus menjadi kekuatan bangsa. Kebinekaan tidak boleh menjadi anasir destruktif yang memberi konstribusi bagi rusaknya persatuan dan kesatuan bangsa," tutur Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam Refleksi Tahun 2020 & Taushiyah Kebangsaan Nahdlatul Ulama Memasuki Tahun 2021 yang disiarkan secara virtual, Selasa (29/12/2020).
PBNU juga mengingatkan bahwa demokrasi sebagai sistem untuk mewujudkan kesejahteraan publik memiliki potensi dibajak oleh gerakan apapaun, baik oleh gerakan fundamentalisme agama dan ideologi maupun fundamentalisme pasar.
Baca Juga: Bukti Adanya Toleransi, Masjid Awal Berusia 93 Tahun di Simalungun
"Kebebasan sebagai bagian watak demokrasi telah memberi panggung kepada kelompok radikal mengekspresikan pikiran dan gerakannya yang berpotensi merongrong NKRI melalui berbagai provokasi permusuhan dan juga terorisme," paparnya.
Pada momentum revolusi 4.0 ini, kata Said Aqil, iklim demokrasi salah satunya bertumpu pada digitasliasi. Ekspresi demokrasi dan politik diungkapkan melalui kanal-kanal media sosial. Dunia maya berkembang sangat pesat, termasuk dalam konteks penyebaran isu politik, sosial, keagamaan serta isu lainnya.