HUJAN mengguyur hampir sepanjang hari di sejumlah wilayah Indonesia. Bahkan di beberapa daerah, hujan sampai menyebabkan banjir. Kondisi cuaca hujan ini diprediksi masih akan terus terjadi hingga beberapa waktu ke depan.
Terkait keadaan cuaca ini, agama Islam melarangan umatnya mencela hujan. Sebab, hujan membawa banyak keberkahan bagi semua makhluk.
BACA JUGA:Doa ketika Hujan Turun Terus-menerus Lengkap Bacaan Arab, Latin, Artinya
Namun ketika hujan turun terus-menerus dan aktivitas dirasa mulai terganggu, ada sebagian orang yang menghina atau bahkan mencaci-maki hujan. Contohny mengatakan, "Hujan ini turun terus, membuat manusia menjadi sulit beraktivitas, hujan sialan."
Ada juga yang menunjukkan ucapan atau perbuatan tidak ridha dengan turunnya hujan. Contohnya ucapan, "Yah hujan lagi, hujan lagi, aduh."
Perlu diketahui bahwa hujan merupakan rahmat dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Allah Ta'ala berfirman, "Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan) …" (QS Al A'raaf: 57)
BACA JUGA:Hujan Guyur Jakarta, Lalin di Sejumlah Jalan Macet
Dai muda Ustadz dr Raenul Bahraen dalam unggahan di akun Instagram-nya@raehanul_bahraen menuliskan bahwa Ibnu Katsir menjelaskan maksud rahmat dalam ayat tersebut adalah hujan. Beliau berkata:
وقوله : ( بين يدي رحمته ) أي : بين يدي المطر.
"Maksud dari 'sebelum datangnya rahmat-Nya' yaitu sebelum datang hujan."
Dikarenakan hujan adalah rahmat Allah Subhanahu wa ta'ala, tentu umat manusia dilarang mencelanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Janganlah kamu mencaci maki angin."
Allah Subhanahu wa ta'ala yang mengatur waktu, cuaca, dan seluruh alam semesta ini. Mencela dan menghina hal tersebut berarti mencela Allah Ta'ala yang telah mengaturnya.
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, "Allah ’Azza wa Jalla berfirman: Anak Adam menyakiti-Ku. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang."
Lalu bagaimana jika hujan turun terus-menerus tanpa henti? Bisa berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta'ala yang mengatur hujan agar hujan dialihkan, yakni dengan doa berikut:
اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
Latin: Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa, Allahumma ‘alal aakaami wadz dzirabi wa buthunil awdiyati wa manabitis syajari.
Artinya: "Ya Allah, Hujanilah di sekitar kami, jangan kepada kami. Ya, Allah, Berilah hujan ke daratan tinggi, beberapa anak bukit, perut lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan."
Bisa juga untuk ringkasnya membaca:
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، وَلاَ عَلَيْنَا
Latin: Allahumma hawaalainaa wa laa ‘alainaa.
Artinya: "Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami dan tidak kepada kami."
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan:
المراد بالحديث الدعاء بصرف المطر عن الأبنية والدور، والآكام جمع أَكمةٍ بفتح الهمزة، وهي الجبل الصغير أو ما ارتفع من الأرض. والظِّراب بكسر الظاء جمع ظرب بكسر الراء، وهو الرابية الصغيرة، وأما ذكر الأودية فلأنها يتجمع فيها الماء ويمكث مدة طويلة ينتفع منه الناس والبهائم.
Artinya: "Maksud hadits ini adalah memalingkan hujan dari bangunan dan pemukiman. Al-Aakaam adalah jamak dari akamah dengan memfathahkan hamzah, yaitu gunung kecil atau apa yang tinggi di bumi (dataran tinggi). Azh-zhiraab maknanya adalah bukit yang kecil. Adapun penyebutan lembah karena di situlah tempat berkumpulnya air dalam waktu yang lama sehingga bisa dimanfaatkan oleh manusia dan binatang ternak."
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)