JAKARTA - Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ahmad Zubaidi, menyampaikan candaan dalam dakwah beoleh-boleh saja. Namun, candaan tersebut harus mencerdaskan dan tetap dalam koridor etika.
Bahkan, menurutnya, candaan dalam dakwah cenderung dibutuhkan. Dakwah tanpa candaan akan terlihat kering sekali. Hal itu kurang sesuai dengan karakter dakwah umat di Indonesia.
“Karena itu perlu candaan dalam dakwah, tetapi candaan yang tetap memperhatikan koridor etika. Candaan yang tidak mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak mengandung penghinaan,” ujarnya dalam kegiatan Standardisasi Dai (MUI) angkatan ke-36 di Aula Buya Hamka, di Jakarta, melansir laman MUI, Selasa (17/12/2024).
Kiai Zubaidi menyampaikan, salah satu materi baku standardisasi dai berkenaan dengan karakter dai adalah etika dakwah. Artinya, para dai diharapkan mengedepankan etika dalam menyampaikan dakwah.
Dia melarang dakwah-dakwah yang menggunakan kekerasan, kata-kata kasar, hingga candaan yang mengandung penghinaan terhadap ras, suku, golongan, ataupun agama.
“Etika dakwah ini kita menonjolkan bahwa para dai kita dalam berdakwah ini harus mengedepankan sopan santun, ramah tamah, dan menggunakan kata-kata yang baik,” ucapnya.
Karena itu, Kiai Zubaidi bahkan mendorong para dai untuk mengimprovisasi candaan dalam dakwahnya. Hal itu diharapkan agar dakwah semakin berkualitas, menarik, dan pesan dakwah bisa diterima dengan mudah oleh masyarakat.
“Maka berlatihlah berdakwah yang di dalamnya ada candaannya. Tetapi ingat, candaan yang mencerdaskan dan candaan yang tidak ada penghinaan di dalamnya,” ujar Kiai Zubaidi.
(Erha Aprili Ramadhoni)