PERNIKAHAN merupakan sesuatu yang luhur nan sakral. Sangat dianjurkan untuk segera melaksanakan pernikahan apabila telah siap, karena bermakna ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan termasuk pada pengamalan sunah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasaollam.
Hal utama yang harus dipersiapkan sebelum pernikahan ialah menentukan waktu untuk menikah. Terlebih dalam Islam yang begitu menganjurkan pernikahan, tentu ada keinginan untuk melaksanakannya di waktu terbaik menurut Islam agar harapan kelancaran dan hal-hal baik akan menyertai kehidupan setelah menikah.
Dalam sebuah konsultasi syariah, Ustadz Ammi Nur Baits menyampaikan penjelasan terkait hari baik untuk menikah dalam Islam.
Dilansir dari kanal YouTube Yufid.TV, Jumat (10/7/2020), ia mengatakan bahwa Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah menceritakan sebagaimana disebutkan dalam hadits.
Rasulullah bersabda bahwa beliau sangat menyukai bersikap optimis yang baik dalam setiap keadaan, termasuk saat memiliki rencana akan suatu hal yang baik dan halal, seperti salah satunya rencana untuk menikah.
Rasulullah sangat membenci thiyarah atau berkeyakinan sial akan hari, bulan atau peristiwa tertentu sehingga adanya larangan untuk melaksanakan suatu perencanaan di waktu-waktu tersebut karena dikhawatirkan akan membawa pengaruh buruk.
Baca juga: Padu Padan Outfit Sweater ala Selebgram Adiva Selsa
Thiyarah dalam Islam hukumnya syirik, sebagaimana dalam hadits dari sahabat Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik,” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, dan yang lainnya. Syuaib Al-Arnauth mengatakan, Sanadnya shahih).
Sebagai muslim, kita tentu saja sangat tidak diperkenankan untuk berkeyakinan sial atas hari atau kepercayaan tertentu. Seperti misalnya kepercayaan beberapa suku yang masih memegang erat keyakinan hari atau bulan pantangan untuk mewujudkan rencana tertentu.
Hal tersebut tak sepatutnya dipercayai, karena pada dasarnya stigma tersebut tidaklah dikenal dalam Islam. Memang, kepercayaan semacam ini sudah lama melekat pada budaya di Indonesia, sebagaimana beberapa keyakinan pendahulu dan nenek moyang yang sudah lebih dulu ada sebelum masuknya Islam di Indonesia.
Namun, karenanya, tidak selayaknya kaum muslim ikut melibatkan diri dan mempercayai perhitungan hari sial, yang di mana ini termasuk thiyarah yang disebutkan oleh Rasulullah. Terkait penentuan hari baik untuk menikah menurut Islam, pada dasarnya semua hari ialah hari yang baik.
Pertimbangan penentuan hari yang dapat dilakukan ialah lebih kepada siapa yang akan diundang dan dilibatkan, sehingga perlu memerhatikan hari-hari yang sekiranya tepat agar para tamu undangan dapat semuanya hadir dan memberi keberkatan pada pasangan mempelai.
Terlepas dari itu, nyatanya ada bulan yang begitu dianjurkan oleh sebagian ulama untuk melaksanakan pernikahan yakni di Bulan Syawal.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha sebagaimana disebutkan dalam hadist riwayat Muslim, ia mengatakan: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menikahiku di Bulan Syawal, dan beliau baru tinggal bersamaku di Bulan Syawal (di tahun yang berbeda),”.
Alasan Rasulullah bersama Aisyah memilih Bulan Syawal sebagai bulan memulai keluarganya ialah dalam rangka membantah keyakinan orang-orang musyrik yang percaya pada bulan Syawal ialah bulan yang harus dihindari untuk melaksanakan pernikahan.
Hal ini sebagaimana kepercayaan sebagian orang Arab yang yakin bahwa Bulan Syawal ialah bulan yang sial untuk menikah.
Disimpulkan kemudian dari kisah Nabi, maka sebagai orang muslim yang taat dan percaya pada Allah, dengan penuh rasa optimis yang baik, dianjurkan bagi kita untuk menikah di hari apapun maka nilainya pun akan sama baiknya dengan hari-hari lain.
Adanya kepercayaan atau budaya yang mengharamkan pelaksanaan pernikahan pada waktu tertentu ialah bukan untuk dihindari, namun ada baiknya jika tetap melaksanakan pada bulan tersebut.
Tujuannya, untuk melawan aqidah menyimpang di antara masyarakat sekaligus membuktikan bahwa pernikahan akan berjalan baik. Sebagaimana kita percaya kepada Allah bahwa sikap optimis akan melahirkan hal-hal positif pula yang menyertai kehidupan kita ke depan.
(Rizka Diputra)