JAKARTA – Takabbur dan tawadhu adalah dua sikap yang bertentangan. Nah, dari dua perilaku yang bertentangan tersebut, sebagai muslim harus bisa membedakannya.
Takabbur merupakan suatu perbuatan tercela yang berarti sombong. Sedangkan tawadhu adalah perbuatan terpuji yang berarti rendah hati.
Baca Juga: Jangan Meratapi Mayat, Begini Larangannya dalam Islam
Sebagai seorang muslim sangat dianjurkan untuk selalu memelihara perilaku-perilaku yang baik, contohnya tawadhu. Dengan memiliki sifat rendah hati, ini akan berarti cerminan seorang muslim yang beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Lalu, bagaimana nasib seseorang yang melakukan takabbur (sombong)?
Jawaban ini juga sudah disampaikan oleh Ustaz Dr. Firanda Andirja, MA dalam video pada akun Youtube Taman Surga, Kamis (10/12/2020).
Baca Juga: Larangan untuk Memaki Termasuk Terhadap Hewan Sekalipun
“Adapun takabbur, dia merupakan akhlaknya iblis. Dosa yang pertama kali dilakukan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala adalah kesombongan yang dilakukan oleh iblis. Oleh karena itu, orang-orang yang sombong, dihinakan di akhirat kelak di padang masyar. Kata Nabi SAW, ‘Sesungguhnya orang-orang yang sombong didunia dengan jabatannya, nasabnya, ilmunya, dengan hartanya, maka pada hari kiamat kelak akan dibangkitkan oleh Allah, dalam bentuk yang sangat kecil, seukuran dengan semut, tapi bentuknya tetap manusia.”
Perilaku takabbur ini seringkali membuat manusia dibutakan oleh materi duniawi. Hal ini yang membuat banyak orang tak bersyukur dengan apa yang ia punya. Padahal dia sendiri tak tahu bahwa dirinya tak cukup menyombongkan diri.
Sebagai muslim yang beriman, hendaknya kita menjauhi perilaku takabbur dan dekati perilaku mulia, seperti tawadhu. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 37:
Baca Juga: Awal Masuknya Islam ke Nusantara Bukan di Aceh, Ternyata di Barus
“Dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan berlagak sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi, dan engkau tidak akan dapat menyamai setinggi gunung-gunung.”
Maka dari itu, jika ingin terlindungi dari siksaan-Nya, hendaknya kita bertaqwa dengan mendekati sifat-sifat yang terpuji.
(Vitrianda Hilba Siregar)