Buang Hajat Menghadap atau Membelakangi Kiblat, Bagaimana Hukumnya?

Vitrianda Hilba Siregar, Jurnalis
Jum'at 13 Agustus 2021 10:23 WIB
Buang hajat menghadap atau membelakangi kiblat bagaimana hukumnya? (Foto: Okezone/Dok)
Share :

BUANG hajat namun menghadap atau membelakangi kiblat masih diperselisihkan oleh para ulama dan menjadi beberapa pendapat. Ada yang melarang secara mutlak baik di dalam maupun di luar bangunan. Ada pula yang melarang hanya ketika berada di luar bangunan. 

Nah, bagaimana sebenarnya persoalan ini dilaihat dari kacamata Islam, diperbolehkan atau dilarang mutlak? Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal pun menjelaskan sebagai berikut.  

Dalil Permasalahan

Dari Abu Ayyub Al Anshori, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

« إِذَا أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا ، وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا » . قَالَ أَبُو أَيُّوبَ فَقَدِمْنَا الشَّأْمَ فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ بُنِيَتْ قِبَلَ الْقِبْلَةِ ، فَنَنْحَرِفُ وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى

Baca Juga: Sebaik-Baik Rumah Adalah Kuburan Orang yang Beriman

 “Jika kalian mendatangi jamban, maka janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya. Akan tetapi, hadaplah ke arah timur atau barat.” Abu Ayyub mengatakan, “Dulu kami pernah tinggal di Syam. Kami mendapati jamban kami dibangun menghadap ke arah kiblat. Kami pun mengubah arah tempat tersebut dan kami memohon ampun pada Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari no. 394 dan Muslim no. 264). Yang dimaksud dengan “hadaplah arah barat dan timur” adalah ketika kondisinya di Madinah. Karena arah kiblat di Madinah adalah menghadap ke selatan. Kalau dikatakan tidak boleh menghadap kiblat atau pun membelakanginya, berarti yang dimaksud adalah larangan menghadap selatan dan utara. Jadinya, yang dibolehkan adalah menghadap barat atau timur. Ini bagi kota Madinah, sedangkan untuk daerah lainnya tinggal menyesuaikan maksud hadits.

Hadits kedua, hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang mengatakan, 

ارْتَقَيْتُ فَوْقَ ظَهْرِ بَيْتِ حَفْصَةَ لِبَعْضِ حَاجَتِى ، فَرَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقْضِى حَاجَتَهُ مُسْتَدْبِرَ الْقِبْلَةِ مُسْتَقْبِلَ الشَّأْمِ

 “Aku pernah menaiki rumah Hafshoh karena ada sebagian keperluanku. Lantas aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam buang hajat dengan membelakangi kiblat dan menghadap Syam.” (HR. Bukhari no. 148, 3102 dan Muslim no. 266). Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membelakangi kiblat ketika buang hajat dan ketika itu berada di dalam bangunan, artinya terhalangi oleh dinding bangunan. Membelakangi kiblat berarti menghadap ke arah utara dan Syam berada di utara Madinah.

Baca Juga: Keajaiban Arsitektur Unik Masjid Umar Bin Khattab di Saudi Utara

Ada dalil lainnya dalam kitab sunan, 

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَهَى نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِبَوْلٍ فَرَأَيْتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْبَضَ بِعَامٍ يَسْتَقْبِلُهَ

 Dari Jabir bin ‘Abdullah ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menghadap kiblat ketika kencing, namun aku melihat setahun sebelum beliau wafat, beliau menghadapnya (HR. Abu Daud no. 13, Tirmidzi no. 9 dan Ibnu Majah no. 325. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa haditsnya hasan).

Delapan Pendapat

Dalam masalah menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat, para ulama berselih pendapat menjadi:

1. Tidak dibolehkan baik di dalam bangunan atau di luar bangunan. Inilah pendapat Abu Ayyub Al Anshori, Mujahid, An Nakho’i, Ats Tsauri, Abu Tsaur, Ahmad dalam salah satu pendapatnya.

2. Dibolehkan di dalam bangunan maupun di luar bangunan. Inilah pendapat Robi’ah, guru dari Imam Malik.

3. Diharamkan di luar bangunan, bukan di dalam bangunan. Inilah pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya.

Baca Juga: 8 Amalan Sunah di Hari Jumat, Lengkap dengan Keutamaan dan Dalilnya

4. Tidak boleh menghadap di dalam atau di luar bangunan, namun boleh membelakanginya di dalam maupun di dalam maupun di luar bangunan. Ini salah satu pendapat dari Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad.

5. Hukumnya hanyalah makruh dan menjadi pendapat Hadawiyah.

6. Boleh membelakangi dalam bangunan saja dan inilah yang jadi pegangan Abu Yusuf.

7. Dilarang secara mutlak termasuk pula pada Baitul Maqdis, sebagaimana pendapat Ibnu Siirin.

8. Pengharaman hanya khusus penduduk Madinah dan yang searah dengan mereka, demikian pendapat Abu ‘Awanah, murid dari Al Muzani.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya