ADA-ada saja memang kelakuan kocak Abu Nawas. Kali ini ketika dia hendak diangkat menjadi menteri, tapi kok malah konsultasi dulu dengan burung. Apa hubungannya ya? Aneh banget Abu Nawas.
Berawal dari Abu Nawas mendengar selentingan kabar bahwa Baginda Raja Harun Al Rasyid berencana merombak kabinet. Secara informal Baginda juga pernah mengatakan kepada Abu Nawas akan menempatkan dirinya di salah satu pos kementerian. Seperti diketahui, Abu Nawas sangat tidak suka jabatan. Baginya, jabatan adalah musibah. Apalagi jabatan menteri.
Baca juga: Gara-Gara Mimpi, Abu Nawas dan Santrinya Hancurkan Rumah Hakim, tapi Kok Raja Mendukung?
Semasa hidup, ayah Abu Nawas yakni Syekh Maulana adalah seorang kadi atau hakim. Ketika ayahnya meninggal, Raja ingin menunjuk Abu Nawas sebagai penggantinya. Kala itu Abu Nawas tak berani menolak sehingga ia berlagak gila. Akibatnya, gagallah rencana Raja. Begitu sudah dianggap waras, maka Raja mengangkat Abu Nawas menjadi semacam staf khusus. Jabatan tinggi tanpa pekerjaan yang njelimet.
Mengapa Abu Nawas menolak jabatan? Ini karena pesan ayahnya ketika sakit parah. Kala itu sang ayah memanggil Abu Nawas. "Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku."
Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir ayahnya. la cium telinga kanan sang ayah, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri berbau sangat busuk. "Bagamaina anakku? Sudah kau cium?"
"Benar ayah!"
"Ceritakankan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku."
"Aduh Ayah, sungguh mengherankan, telinga Ayah yang sebelah kanan berbau harum sekali. Tapi yang sebelah kiri kok baunya amat busuk?" ujar Abu Nawas.
"Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?"
"Wahai ayahku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini."
Baca juga: Kangen Abu Nawas, Raja Lampiaskan dengan Numpang Buang Air, Kok Aneh?
Berkata Syekh Maulana, "Pada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tak suka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah risiko menjadi Kadi. Jika kelak kau menjadi Kadi maka kau akan mengalami hal yang sama, namun jika kau tidak suka menjadi Kadi maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai kadi oleh Raja Harun Al Rasyid."
Nah, itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila dalam menolak permintaan Raja menjadi kadi. Seorang kadi atau penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara.