APA arti Ash-Sholatu Alal Amwat? Bacaan ini sering didengar jamaah haji setelah sholat fardhu di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Sebagaimana telah Okezone himpun, jamaah haji yang berada di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi akan mendengar seruan dari muadzin setiap usai sholat fardhu. Panggilan tersebut berbunyi "Ash-Sholatu alal amwati yarhakumullah ..." yang artinya "Dirikanlah sholat untuk para mayit, semoga Allah merahmati kalian".
Ketika musim haji, biasanya jenazah tersebut adalah para jamaah haji dari berbagai negara. Jumlah jenazah yang disalatkan tidak menentu, namun rata-rata lebih dari satu, bahkan bisa mencapai sepuluh.
Panggilan muadzin untuk sholat jenazah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi ini kadang berbeda, menyesuaikan jenis kelamin jenazah yang akan disholatkan.
Jika seruan muadzin adalah "Ash-sholatu 'alal mayyiti ..." maka artinya panggilan untuk sholat jenazah laki-laki. Apabila seruannya "Ash-sholatu 'alal mayyitati ..." artinya ajakan untuk sholat jenazah perempuan.
Selanjutnya jikalau muadzin mengatakan "Ash-sholatu 'alat thifli ..." maka artinya panggilan untuk sholat jenazah anak-anak. Sedangkan bila "Ash-sholatu 'alal amwat ..." artinya seruan untuk sholat jenazah dengan jumlah banyak.
Keistimewaan Meninggal di Tanah Suci
Meninggal dunia di Tanah Suci, Makkah dan Madinah, memiliki keutamaan atau keistimewaan luar biasa besar. Dijelaskan dalam hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَمُوتَ بِالْمَدِينَةِ فَلْيَمُتْ بِهَا ؛ فَإِنِّي أَشْفَعُ لِمَنْ يَمُوتُ بِهَا
"Siapa yang bisa meninggal di Madinah, silakan meninggal di sana. Karena aku akan memberikan syafaat bagi orang yang meninggal di Madinah." (HR Turmudzi nomor 3917, dishahihkan An-Nasa'i dalam Sunan Al Kubro (1/602) dan Al Albani)
Namun yang dimaksud meninggal tersebut bukan dalam kesengajaan, melainkan karena faktor sakit atau memang sudah takdir dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Simak keterangan At-Thibby berikut ini:
أمر بالموت بها وليس ذلك من استطاعته ، بل هو إلى الله تعالى ، لكنه أمر بلزومها والإقامة بها بحيث لا يفارقها ، فيكون ذلك سببا لأن يموت فيها
"Mati di Madinah itu di luar kemampuan manusia. Akan tetapi itu kembali kepada Allah. Sehingga makna hadits ini adalah perintah untuk tinggal menetap di Madinah, berusaha tidak meninggalkan kota ini. Sehingga ini menjadi sebab untuk bisa mati di Madinah." (Tuhfatul Ahwadzi, 10/286)
Wafat di Tanah Suci juga sebagaimana diminta Nabi Musa 'alahis salam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan permintaan Nabi Musa 'alaihis salam ketika didatangi malaikat maut:
سَأَلَ اللَّهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنْ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ
"Beliau memohon kepada Allah agar kematiannya didekatkan dengan Tanah Suci (Baitul Maqdis) sejauh lemparan kerikil." (HR Bukhari nomor 1339 dan Muslim: 2372)
Demikian pula yang dilakukan Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu. Beliau pernah berdoa:
اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيلِكَ ، وَاجْعَلْ مَوْتِي فِي بَلَدِ رَسُولِكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Ya Allah, berikanlah aku anugerah mati syahid di jalan-Mu, dan jadikanlah kematianku di tanah Rasul-Mu Shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR Bukhari nomor 1890)
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)