JAKARTA - Makan dan minum adalah kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi, tidak bisa tidak.
Bahkan seseorang akan berdosa jika secara sengaja meninggalkan makan dan minum tanpa maksud dan alasan yang syar'i.
Karena hal ini tentu akan membahayakan keselamatan jiwanya. Sedangkan memelihara keselamatan jiwa,termasuk hal yang wajib dilakukan seorang muslim.
Baca Juga: Tuntunan Memilih Sahabat yang Baik Menurut Islam, Tidak Suka Bergosip Salah Satunya!
Itulah makanya, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang umatnya berpuasa wishal, sebab dikhawatirkan akan memberatkan mereka dan membawa mereka ke jurang kebinasaan.
Dan, merupakan nikmat tak terhingga yang dikaruniakan Allah kepada manusia, bahwa mereka bisa merasakan lezat dan manisnya makanan serta pahit dan asamnya.
Baca Juga: Ada 360 Tulang Persendian Manusia Wajib Bersedekah, Bagaimana Caranya?
Dalam buku "165 Kebiasaan Nabi" dikutip pada Senin (23/11/2020) disebutkan, Sungguh tak yang terbayangkan, sekiranya Allah tidak menganugerahkan lidah dapat merasakan kepada kita. Pastilah tak akan ada bedanya antara makanan dan minuman enak dengan yang tidak enak. Semuanya sama rasanya!
Namun, meskipun kita dapat merasakan lezat tidaknya makanan (dan minuman), tidak seyogyanya jika kita mencela suatu makanan yang kita rasakan tidak lezat. Karena hal ini merupakan suatu etika yang kurang santun, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi.
Dalam sebuah hadis shahih disebutkan, "Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, 'Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Jika menyukai, beliau memakannya. Dan apabila tidak suka, beliau tinggalkan." (Muttafaq Alaih)
Demikianlah salah satu tanda kemuliaan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau tidak mau mencela makanan yang tidak disukainya. Sekiranya beliau suka, akan beliau makan. Namun jika tidak suka, maka beliau pun membiarkannya tanpa harus mengatakan bahwa makanan tersebut tidak enak, atau menyebutkan kekurangannya.
Baca Juga: Semakin Sering Meminta Kepada Anak Adam, Maka Semakin Direndahkan
Tidak mencela makanan adalah suatu etika baik ketika menghadapi makanan yang tidak enak atau tidak disukai. Karena hal ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang Dia berikan kepada kita.
Bahwa kita masih bisa merasakan lezatnya makanan, dan dapat membedakan mana makanan yang enak dan mana yang tidak enak. Meskipun kesukaan pada makanan tertentu adalah suatu hal yang relatif bagi masing-masing orang.
Dan dalam hadis di atas juga disebutkan, bahwa jika beliau suka pada makanan yang ada di hadapannya, maka beliau pun makan. Maksudnya, apabila dihidangkan makanan kepada kita dan kebetulan kita memang suka pada makanan tersebut, sebaiknya kita makan.
Karena selain ini adalah ungkapan rasa syukur kepada Allah, hal ini juga akan membuat orang yang memberikan makanan kepada kita merasa senang.
Bahkan tidak mengapa jika kita memuji makanan yang kita sukai tersebut. Jabir bin Abdillah Radhiyallahu Anhuma berkata,
"Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menanyakan lauk kepada keluarganya, dan mereka menjawab, 'Kami tidak punya apa-apa selain cuka'. Lalu beliau meminta cuka dan makan dengan cuka. Kemudian beliau berkata, 'Lauk yang paling enak adalah cuka!'" (HR. Muslim).
Baca Juga: 10 Hak Persaudaraan Umat Muslim, Nomor 3 Jangan Disepelekan
Yang dimaksud "keluarga" dan "mereka" dalam hadis di atas, adalah istri-istri beliau. Artinya, beliau sering tidak mendapatkan lauk ketika makan dan hanya mempunyai cuka. Siapa pun tahu, bahwa makan dengan lauk cuka tidak lebih enak dibanding dengan lauk yang lain. Bahkan mungkin tidak sedikit orang yang suka cuka, apalagi sampai menjadikannya sebagai lauk ketika makan.
Namun subhanallah, inilah Nabi kita yang agung, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dengan sangat tawadhu beliau makan berlauk cuka. Lebih dari itu, beliau sama sekali tidak mencela, bahkan memuji lauk (baca: makanan) yang mungkin banyak tidak disukai orang, bahwa cuka adalah lauk yang paling enak!
(Rani Hardjanti)