Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ramadhan di Tengah Pandemi Covid-19, Saatnya Naik Kelas Jadi Manusia Mulia

Vitrianda Hilba Siregar , Jurnalis-Sabtu, 10 April 2021 |18:45 WIB
Ramadhan di Tengah Pandemi Covid-19, Saatnya Naik Kelas Jadi Manusia Mulia
Puasa Ramadhan 2021. (Foto: Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Ramadhan di tengah pandemi Covid-19 adalah untuk tahun kedua. Pada Ramadhan tahun sebelumnya kaum Muslimin pun berpuasa di tengah suasana keprihatinan.

Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam sebuah tulisannya memberikan nasihatnya soal ini.

"Berbahagialah kita, di tengah musibah corona, shaum Ramadhan hadir menyapa. Bulan ini sangat istimewa, dan bagi kita yang menjalaninya dengan sungguh-sungguh, akan mendapatkan limpahan pahala," sebutnya.

Ibnu Jarir Ath-Thabari mengatakan bahwa ibadah shaum diwajibkan pada tahun kedua hijriyah, sebelum terjadi perang badr.

Baca Juga: Hukum Sikat Gigi Saat Ramadhan, Perhatikan yang Boleh Dilakukan dan Tidak

“Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah. Diwajibkan atas kalian berpuasa. Pada bulan itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka dikunci dan setan-setan dibelenggu. Pada malam ini terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa yang berhalangan dari kebaikan bulan itu, niscaya dia adalah orang yang merugi (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi).

Oase di padang gurun, begitulah Ramadhan tahun ini. Bekal energi untuk sanggup melewati masa sulit. Di atas kesiapan fisik dan materi, musibah corona ini membutuhkan kekuatan iman untuk melewatinya. Bulan ini disusul dengan hari raya Idul Fitri, di mana Allah Swt membentangkan kasih sayang dan anugerah-Nya kepada kaum muslimin.

"Mungkin pengalaman ini sama ketika orang tua kita di zaman perjuangan kemerdekaan. Apabila dulu melaksanakan ibadah shaum sambil melawan penjajah, kini, sembari menghadapi pandemi Corona. Istimewa karena bagi seorang Muslim, shaum adalah energi spiritual dahsyat. Buahnya pun jelas, bagi yang berhasil akan meraih predikat takwa, bagi yang gagal hanya berupa haus dan lapar semata," sebutnya.

Baca Juga: Zuhud Itu Tidak Bangga Punya Harta dan Tidak Sedih Kehilangan Dunia

Tidak sekedar bersifat individual, namun nilai-nilainya meluas menjadi ketakwaan sosial. Kesalehan tak hanya bersifat vertikal (hamba dengan Tuhan), tapi juga bersifat horizontal (sesama manusia dan dengan makhluk lain yang juga merupakan ciptaan-Nya).

Istilah takwa, jika dirujuk ke makna awalnya, merupakan bentuk mashdar dari kata ittaqâ-yattaqi, yang bermakna menjaga diri dari segala yang membahayakan. Dalam Al-Quran, kata taqwa disebut 258 kali dalam berbagai bentuk dan konteks. Makna umumnya dipahami sebagai upaya seorang beriman untuk menjalankan semua perintah, dan menjauhi larangan.

Manusia bertakwa akan selalu menebar kebaikan kepada sesama dalam kondisi lapang dan sempit. Ruang memaafkannya luas. Mampu menahan kebencian dan berbuat baik kepada yang telah zalim kepada kita sekalipun. Bukankah ini merupakan energi hebat untuk melahirkan masyarakat yang saling percaya dan penuh cinta.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement