KISAH sahabat Nabi Muhammad SAW yakni Abu Bakrah ats-Tsaqafi yang mulia pertama kali bertemu dengan nabi dalam situasi mencekam. Saat benteng Thaif dikepung oleh kaum muslimin di Perang Thaif dan Nafi’ bin al-Harits sebelum namanya menjadi Abu Bakrah ats-Tsaqafi berada di dalamnya.
Nafi’ menyelematkan diri memanjat dinding benteng dengan bakrah atau tali sumur. Kemudian dia berlari menuju Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia adalah seorang budak. Lalu Nabi memerdekakannya.
Nafi’ bin al-Harits adda juga yang mengatakan Nafi’ bin Masruh dikenal juga dengan kun-yah Abu Bakrah. Ibnu al-Madini mengatakan, “Namanya adalah Nafi’ bin al-Harits seperti yang dikatakan Ibnu Saad.”
Baca Juga: Sihir dan Santet, Agar Terhindar Rasulullah Ajarkan Baca Doa Ini
Terdapat sebuah Riwayat dari al-Mughirah dari Syabbak dari seseorang bahwa orang-orang Tsaqif meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengembalikan status Abu Bakrah sebagai budak. Rasulullah berkata pada mereka, “Tidak. Dia dimerdekakan oleh Allah dan Rasul-Nya.”
Ibnu Asakir mengatakan, “Abu Bakrah bin al-Harits bin Kildah bin Amr. Ada juga yang mengatakan, ia adalah budak dari al-Harits bin Kildah. Kemudian ia memanjat benteng dengan bakrah (tali sumur). Sejak hari itu dia dikun-yahi Abu Bakrah. Namun Abu Bakrah menyebut dirinya sebagai mantan budak dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mengatakan, “Aku adalah Abu Bakrah maula (bekas budak) Rasulullah. Kalau orang-orang menolak hal itu. Dan hanya mau memanggilku dengan nasabku, maka aku adalah Nafi’ bin Masruh.”
Baca Juga: Polularitas Ibarat Semu Melihat Genangan Madu, Mendekat dan Tenggelam
Melansir laman Kisahmuslim com pada Rabu (23/6/2021) disebutkan tali sumur itu penuh kenangan. Melantarinya selamat dari kepungan. Kemudian bertemu Rasulullah. Memeluk Islam. Dan merdeka dari perbudakan. Sehingga wajar bakrah (tali sumur) itu mengakrabi panggilannya. Dijadikan kun-yah. Dan kun-yah adalah sapaan penghormatan.
Abdul Aziz bin Abu Bakrah menceritakan, “Ayahnya pernah menikahi seorang wanita. Kemudian wanita itu meninggal. Keluarga wanita tersebut menghalangi Abu Bakrah untuk menyalatkannya. Abu Bakrah berkata, ‘Akulah yang paling berhak menyalatkannya’. Mereka mengatakan, ‘Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini benar’. Kemudian Abu Bakrah masuk ke dalam liang kubur. Saudara-saudara istrinya tadi menghalanginya dengan kasar, hingga ia pingsan. Lalu Abu Bakrah dibawa menuju keluarganya. Melihat itu, dua puluh orang putra-putrinya menangis. Dan aku (Abdul Aziz) adalah yang paling kecil di antara mereka.
Baca Juga: Puasa Ayyamul Bidh Juni 2021 Mulai Besok Sampai Sabtu, Jangan Ketinggalan Ya
Lalu Abu Bakrah siuman. Ia berkata, ‘Janganlah kalian menangis. Demi Allah, tidak ada ruh manusia yang lebih aku sukai keluar (dari jasad) melebihi ruhku’. Saudara-saudaraku pun merasa takut. Mereka berkata, ‘Mengapa wahai, Ayah’? Abu Bakrah menjawab, ‘Aku takut bertemu dengan suatu zaman yang di sana aku tak mampu melakukan amar makruf nahi mungkar. Masa-masa itu tak ada baiknya’.” (Mu’jam ath-Thabrani).
Abu Utsman an-Nahdi berkata, “Aku adalah teman dekat Abu Bakrah. Suatu hari Abu Bakrah berkata padaku, ‘Apakah orang-orang mengira aku mencela mereka karena (iri) terhadap dunia mereka. Padahal mereka mendudukan anakku Ubaidullah sebagai ahli perang. Anakku Rawwad sebagai pejabat Darul Rizqi. Anakku Abdurrahman mengurusi Baitul Mal. Apakah mereka memiliki kedudukan dunia seperti itu? Sungguh aku mencela mereka karena mereka kufur (tidak bersyukur)”?
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran