CIRI-ciri haji mabrur menurut Alquran dan hadis wajib diketahui setiap Muslim untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala usai kembali dari Tanah Suci. Adapun keutamaan menjadi haji mabrur adalah mendapat balasan tempat di surga. Ini tentu lebih berharga dari apa pun di dunia.
Keutamaan haji mabrur sebagaimana hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam. Beliau bersabda:
والْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
"Haji yang mabrur tidak lain pahalanya adalah surga." (HR Bukhari nomor 1683 dan Muslim: 1349)
Para ulama menyebutkan ada tanda-tanda mabrurnya haji, berdasarkan keterangan Alquran dan hadis, namun itu tidak bisa memberikan kepastian mabrur tidaknya haji seseorang.
Berikut ini tanda-tanda haji mabrur yang telah disebutkan para ulama, sebagaimana dijelaskan Ustadz Anas Burhanudin Lc MA dalam laman Muslim.or.id:
Baca juga: Bikin Terharu! Kisah Ayah Dukung Putri Cantiknya Jadi Mualaf: Agar Menemukan Kebahagiaan
1. Harta untuk berhaji adalah harta halal
Harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal (Ihya Ulumiddin 1/261), karena Allah Subhanahu wa ta'ala tidak menerima kecuali yang halal, sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
"Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik." (HR Muslim nomor 1015)
Orang yang ingin hajinya mabrur harus memastikan bahwa seluruh harta yang dipakai untuk berhaji adalah harta halal, terutama mereka yang selama mempersiapkan biaya pelaksanaan ibadah haji tidak lepas dari transaksi dengan bank. Jika tidak, maka haji mabrur bagi mereka hanyalah "Jauh panggang dari api".
Ibnu Rajab mengucapkan sebuah syair (Lathaiful Ma’arif 2/49):
Jika Anda haji dengan harta tak halal asalnya.
Maka Anda tidak berhaji, yang berhaji hanya rombongan Anda.
Allah tidak terima kecuali yang halal saja.
Tidak semua yang haji mabrur hajinya.
Baca juga: Baca Surat Yasin Lengkap di Alquran Digital Okezone: Teks Arab, Latin, 83 Ayat
2. Amalan-amalannya dilakukan dengan ikhlas dan baik
Amalan-amalannya dilakukan dengan ikhlas dan baik, sesuai tuntunan Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Paling tidak, rukun-rukun dan kewajibannya harus dijalankan, dan semua larangan harus ditinggalkan. Jika terjadi kesalahan, maka hendaknya segera melakukan penebusnya yang telah ditentukan.
Di samping itu, haji yang mabrur juga memperhatikan keikhlasan hati, yang seiring dengan majunya zaman semakin sulit dijaga. Mari merenungkan perkataan Syuraih al-Qadhi, “Yang (benar-benar) berhaji sedikit, meski jamaah haji banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah sedikit yang ikhlas karena Allah.” (Lathaiful Ma’arif 1/257)
Pada zaman dahulu ada orang yang menjalankan ibadah haji dengan berjalan kaki setiap tahun. Suatu malam ia tidur di atas kasurnya, dan ibunya memintanya untuk mengambilkan air minum.
Ia merasakan berat untuk bangkit memberikan air minum kepada sang ibu. Ia pun teringat perjalanan haji yang selalu ia lakukan dengan berjalan kaki tanpa merasa berat. Ia mawas diri dan berpikir bahwa pandangan dan pujian manusialah yang telah membuat perjalanan itu ringan.
Sebaliknya saat menyendiri, memberikan air minum untuk orang paling berjasa pun terasa berat. Akhirnya, ia pun menyadari bahwa dirinya telah salah. (Lathaiful Ma’arif 1/257)