Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Apa yang Harus Dilakukan jika Tiba-Tiba Haid di Masjidil Haram?

Hantoro , Jurnalis-Senin, 15 Januari 2024 |11:08 WIB
Apa yang Harus Dilakukan jika Tiba-Tiba Haid di Masjidil Haram?
Ilustrasi tindakan yang harus dilakukan jika tiba-tiba haid di Masjidil Haram. (Foto: Shutterstock)
A
A
A

APA yang harus dilakukan jika tiba-tiba haid di Masjidil Haram? Ustadz Ammi Nur Baits ST BA mengatakan ihram bagi wanita haid, baik uutuk haji maupun umrah, hukumnya sah dan dibolehkan. 

Hal yang perlu dilakukan, ketika wanita haid sampai di miqat, hendaknya mandi dan istitsfar, kemudian memulai ihram. Maksud dari istitsfar adalah menggunakan pembalut lebih rapat, sehingga dipastikan tidak ada darah yang merembet keluar ke celana.

Dilansir Konsultasisyariah.com, sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma menceritakan kejadian yang dialami Asma' bintu Umais, istrinya Abu Bakr As-Shiddiq radhiyallahu 'anhuma, ketika rombongan haji bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Dzulhulaifah (Bir Ali).

Jabir menceritakan:

حَتَّى أَتَيْنَا ذَا الْحُلَيْفَةِ فَوَلَدَتْ أَسْمَاءُ بِنْتُ عُمَيْسٍ مُحَمَّدَ بْنَ أَبِى بَكْرٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَيْفَ أَصْنَعُ قَالَ: اغْتَسِلِى وَاسْتَثْفِرِى بِثَوْبٍ وَأَحْرِمِى

Ketika kami sampai di Dzulhulaifah, Asma bintu Umais melahirkan Muhammad bin Abu Bakr. Kemudian beliau menyuruh orang untuk bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Apa yang harus saya lakukan?" Jawab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Mandilah dan lakukanlah istitsfar dengan kain, dan mulailah ihram." (HR Muslim nomor 3009, An-Nasa'i: 293, dan lainnya)

Meskipun hadits Asma' bintu Umais terkait orang nifas, ini berlaku untuk wanita haid, karena hukumnya sama dengan kesepakatan ulama.

Dalil lain bolehnya ihram dalam kondisi haid adalah peristiwa yang dialami Aisyah radhiyallahu 'anha. Beliau menceritakan perjalanan hajinya bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Kami berangkat dengan niat haji. Ketika sampai di daerah Saraf, aku mengalami haid. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menemuiku sedang nangis."

"Kamu kenapa? Apa kamu haid?" tanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Benar," jawab Aisyah.

Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ ، فَاقْضِى مَا يَقْضِى الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ

"Haid adalah kondisi yang Allah takdirkan untuk putri Adam. Lakukan seperti yang dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di Kakbah." (HR Bukhari nomor 294 dan Muslim: 2976) 

Dalam riwayat Imam Muslim terdapat tambahan:

فَفَعَلَتْ وَوَقَفَتِ الْمَوَاقِفَ حَتَّى إِذَا طَهَرَتْ طَافَتْ بِالْكَعْبَةِ وَالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ

"Aisyah pun melakukannya, beliau melaksanakan semua aktivitas orang haji. Hingga ketika beliau telah suci, bliau thawaf di Kakbah dan sai antara Shafa dan Marwah." (HR Muslim nomor 2996)

"Ini menunjukkan bahwa wanita yang mengalami haid ketika umrah dan belum melakukan thawaf, maka dia boleh melakukan kegiatan apa pun, selain thawaf, sai, dan masuk Masjidil Haram. Dia menunggu sampai suci dan mandi haid. Setelah itu, baru dia thawaf dan sai," jelas Ustadz Ammi.

Thawaf tidak boleh dilakukan dalam kondisi hadats, menurut pendapat jumhur ulama. Ibnu Qudamah menyebutkan:

الطهارة من الحدث والنجاسة والستارة شرائط لصحة الطواف في المشهور عن أحمد وهو قول مالك و الشافعي

"Suci dari hadats dan najis serta memakai pakaian adalah syarat sah thawaf menurut pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad. Dan ini pendapat Malik dan As-Syafii." (Al-Mughni, 3/397)

Jika ternyata haid tidak berhenti sampai batas akhir wanita tersebut berada di Makkah, apa yang harus dilakukan?

Para ulama memberikan rincian:

1. Jika memungkinkan baginya untuk kembali ke Makkah setelah suci, maka dia tetap ihram, lalu pulang. Dan setelah suci, dia kembali lagi ke Makkah untuk thawaf dan sai. Ini berlaku untuk mereka yang tinggal tidak jauh dari Makkah.

2. Jika tidak memungkinkan baginya untuk kembali ke Makkah, seperti jamaah umrah Indonesia, maka dia bisa thawaf dan sai sebelum meninggalkan Makkah, meskipun dalam kondisi haid.

Alasannya:

- Kaidah dalam Islam, Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan agar kita bertakwa kepada-Nya semampunya. Allah Ta'ala berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

"Bertakwalah kepada Allah semampu kalian." (QS At-Taghabun: 16) 

- Tidak membebani hamba-Nya melebihi kemampuannya. Sehingga ada aturan yang melebihi kemampuan manusia, dia bisa terpaksa tidak sejalan dengannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

"Allah tidak membebani jiwa melebihi kemampuannya." (QS Al Baqarah: 286)

- Semua syarat dan rukun dalam ibadah tergantung kemampuan. Ketika ada yang tidak mampu dilakukan, maka dia melakukan penggantinya, jika ada syariat penggantinya (badal), seperti tayamum sebagai pengganti wudhu. Jika tidak ada badalnya, maka gugur tanggung jawab itu.

Sementara suci dari haid adalah syarat sah thawaf. Sehingga ketika tidak bisa dihilangkan karena tidak berhenti, maka gugur tanggung jawab dia menunggu suci haid.

Ketika menjelaskan kaidah ini, Ibnul Qoyim mengatakan:

ليس في هذا ما يخالف قواعد الشرع، بل يوافقها – كما تقدم -؛ إذ غايته سقوط الواجب، أو الشرط بالعجز عنه، ولا واجب في الشريعة مع عجز، ولا حرام مع ضرورة

"Dalam kasus ini tidak ada yang menyalahi kaidah syariat. Bahkan sejalan dengan kaidah syariat. Karena hakikat yang terjadi, gugurnya kewajiban atau gugurnya syarat ketika tidak mampu. Dan dalam syariat, tidak kewajiban yang tidak mampu dikerjakan dan tidak ada larangan melanggar yang haram dalam kondisi darurat." (I'lam al-Muwaqqi'in, 3/20)

Demikian penjelasan dari pertanyaan: Apa yang harus dilakukan jika tiba-tiba haid di Masjidil Haram? Wallahu a'lam bisshawab

(Hantoro)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement