JAKARTA - Judi online telah menjadi salah satu masalah sosial yang kian marak dalam era digital. Meskipun dampak negatifnya nyata, promosi iklan judi online justru semakin gencar di berbagai platform media. Hal ini memicu perdebatan mengenai status hukum promosi tersebut dalam pandangan Islam.
Menurut ajaran Islam, segala bentuk aktivitas yang mengarah pada perbuatan judi (maisir) dilarang secara tegas. Larangan ini tidak hanya berlaku pada pelaku judi, tetapi juga mencakup mereka yang mendukung, mempromosikan, atau mengambil keuntungan dari aktivitas tersebut. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, berkorban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah agar kamu beruntung." (QS. Al-Ma’idah: 90)
Ayat ini menjelaskan bahwa judi merupakan perbuatan yang keji dan termasuk dalam kategori dosa besar. Oleh karena itu, mempromosikan judi online, baik melalui iklan maupun media lain, sama artinya dengan mendukung perbuatan yang telah jelas dilarang.
Dalam perspektif fiqih, mempromosikan sesuatu yang haram termasuk tindakan yang dilarang. Hal ini sesuai dengan kaidah fikih yang berbunyi:
مَا أَدَّى إِلَى الْحَرَامِ فَهُوَ حَرَامٌ
Artinya : "Segala sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman, maka hukumnya juga haram."
Mengiklankan judi online berarti membantu menyebarluaskan perbuatan yang dilarang, sehingga promosi tersebut juga termasuk perbuatan haram. Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin menegaskan bahwa bekerja sama dalam dosa atau mendukung perbuatan maksiat adalah tindakan yang dilarang keras.