Keajaiban Jumat, Satu-Satunya Nama Hari yang Diabadikan dalam Alquran

Koran SINDO, Jurnalis
Jum'at 17 Mei 2019 14:52 WIB
Hari Jumat diabadikan sebagai nama surat dalam Alquran (Foto: Islamicityorg)
Share :

HARI Jumat sejak lama dikenal sebagai sayyidul ayyam (rajanya hari). Hal itu mengingat banyaknya keutamaan yang bisa didapatkan umat Islam pada hari Jumat. Apalagi hari Jumat yang jatuh pada bulan Ramadan.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh menyatakan, hari Jumat adalah hari terbaik untuk beribadah dan berdoa, terutama dalam Ramadan.

Rasulullah bersabda: “Hari terbaik di mana matahari terbit di dalamnya adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam AS diciptakan, dimasukkan ke surga, dikeluarkan daripadanya, dan kiamat tidak terjadi kecuali di hari Jumat” (HR Muslim).

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah salawat kepadaku di dalamnya karena salawat kalian akan di tunjukkan kepadaku.

Para sahabat berkata: ‘Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?’ Nabi lalu bersabda: ‘Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi’.”

(HR Abu Da wud, Ibnu Majah, An-Nasa’i) “Keistimewaan lain hari Jumat adalah saat-saat dikabulkannya doa, yaitu saat-saat terakhir setelah salat asar (seperti yang dijelaskan dalam banyak hadis) atau di antara duduknya imam di atas mimbar saat ber - khutbah Jumat sampai salat se - lesai ditunaikan,” jelasnya.

Dia juga mengatakan, Allah mengkhususkan hari Jumat ini hanya bagi kaum muslimin dari seluruh kaum dari umat-umat terdahulu. Di dalamnya banyak rahasia dan keutamaan yang datangnya langsung dari Allah.

Dosen Ushuludin di Universitas Darussalam Gontor, Ahmad Fardi Saifuddin, saat dihubungi KORAN SINDO menyatakan,“Dalam Alquran sendiri satu-satunya nama hari yang dijadikan sebagai nama surat hanyalah nama hari Jumat. Sebab di dalamnya terdapat ayat yang mensyariatkan kewajiban salat Jumat.”

Menurut dia, mufasir yang juga ahli hadis, Al Qurtuby, menyebutkan adanya riwayat yang menyatakan bahwa adanya penyebutan istilah Jum’ah itu karena ada kata jama’a dalam bahasa Arab yang berarti mengumpulkan dan selanjutnya dimaknai sebagai berkumpulnya manusia (di hari itu) untuk menunaikan salat.

Lalu istilah ini digunakan untuk penamaan hari dilaksanakannya syariat tersebut. “Pada sejarahnya, istilah Jumat sebenarnya bisa dikatakan sebagai bentuk dari Islamisasi istilah dari nama sebelumnya.

“Al Qurtuby juga menyebutkan riwayat yang menunjukkan adanya perubahan penggunaan nama hari dari masyarakat di zaman jahiliah yang menyebutnya sebagai hari Arubah,” jelasnya.

Farid menjelaskan, dalam tradisinya, masyarakat Arab jahiliyah menghabiskan waktu dengan pekerjaan masing-masing pada hari pertama (Ahad) hingga hari kelima (Kamis), lalu berpesta dengan hasilnya pada hari Arubah tadi.

Selanjutnya turun lah ayat dari surat Jum’ah yang mensyariatkan salat Jumat bagi umat Islam sebagai pertanda perbedaan dengan tradisi jahiliah. “Pada aspek hikmahnya, ahli tafsir Syekh Sya’rawi dalam suatu wawancara menyebutkan bahwa salah satu hikmah salat Jumat adalah hikmah perbaikan bagi kehidupan sosial. Di sana terjadi sinergi antara ulama dan umatnya,” ungkapnya.

Ulama yang memiliki otoritas dalam keilmuan diamanahi untuk membimbing umat. Lalu bertemu dalam suatu majelis dengan umat manusia yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak luput dari kesalahan.

Lantas terjadilah perbaikan pada diri manusia tadi. Perbaikan diri dan semangat baru yang di hasilkan dari perkumpulan inilah yang disebut sebagai keberkahan. “Keberkahan individu yang diteruskan kepada keberkahan pada tingkat sosial.

Keberkahan seperti inilah yang nantinya sering kita kenal dengan ungkapan Jumat mubarak,” tegasnya. Selanjutnya, sambung Farid, istilah Ramadan diartikan sebagai panas yang terik.

Syekh Thanthawi pun dalam tafsirnya yang mengutip Al Qurtuby menyampaikan bahwa dalam sebagian riwayat hikmah disebutkan panas terik yang membakar dosa-dosa dikarenakan amalan saleh yang dilakukan pada bulan tersebut.

“Pada bulan ini (Ramadan) disyariatkan untuk berpuasa. Lalu pada bulan ini juga kita akan sering menemukan ungkapan ‘marhaban ya Ramadan’. Ungkapan ini dimaknai sebagai sambutan yang luar biasa terhadap kedatangan bulan yang penuh rahmat tersebut,” ujarnya.

Dia menyampaikan bahwa kualitas umat dalam menyambut tamu (Ramadan) tergantung pada seberapa besar kualitas tamu tersebut. Ada orang yang biasa saja dalam menyambut bulan Ramadan, tak ada sesuatu spesial yang dilakukan untuk menyambut bulan ini.

“Hal ini karena ketidaktahuan akan keutamaan bulan tersebut. Lalu ini yang menyebabkan tidak adanya rasa yang berbeda pada orang tersebut dalam menyambut bulan Ramadan,” jelasnya.

Terdapat banyak hadis Nabi yang menyebutkan keutamaan bulan Ramadan. Salah satunya adalah hadis dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang berpuasa Ramadan dalam keadaan beriman dan mengharapkan pahala, dia akan diampuni dosa-do - sanya yang telah berlalu” (HR Bukhari).

Akademisi yang juga pengajar pascasarjana di bidang akidah dan filsafat ini mengatakan, keutamaan tersebut hanya dapat dirasakan oleh umat yang mengetahui dan mengimaninya.

Selanjutnya akan menjadi lebih spesial bagi umat Islam yang mengetahui keutamaan keduanya dalam satu waktu, yakni Ramadan dan Jumat dihadapi secara bersamaan. “Tentu sebuah kemuliaan bagi manusia yang dapat memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya,” tegasnya.

Hal inilah yang membuat tokoh semacam KH Hasyim Asy’ari yakin dan meyakinkan Bung Karno dkk untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada hari tersebut sehingga hari kemerdekaan RI pun jatuh pada hari Jumat, 9 Ramadan 1364.

(Muhammad Saifullah )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya