Syekh Thanthawi pun dalam tafsirnya yang mengutip Al Qurtuby menyampaikan bahwa dalam sebagian riwayat hikmah disebutkan panas terik yang membakar dosa-dosa dikarenakan amalan saleh yang dilakukan pada bulan tersebut.
“Pada bulan ini (Ramadan) disyariatkan untuk berpuasa. Lalu pada bulan ini juga kita akan sering menemukan ungkapan ‘marhaban ya Ramadan’. Ungkapan ini dimaknai sebagai sambutan yang luar biasa terhadap kedatangan bulan yang penuh rahmat tersebut,” ujarnya.
Dia menyampaikan bahwa kualitas umat dalam menyambut tamu (Ramadan) tergantung pada seberapa besar kualitas tamu tersebut. Ada orang yang biasa saja dalam menyambut bulan Ramadan, tak ada sesuatu spesial yang dilakukan untuk menyambut bulan ini.
“Hal ini karena ketidaktahuan akan keutamaan bulan tersebut. Lalu ini yang menyebabkan tidak adanya rasa yang berbeda pada orang tersebut dalam menyambut bulan Ramadan,” jelasnya.
Terdapat banyak hadis Nabi yang menyebutkan keutamaan bulan Ramadan. Salah satunya adalah hadis dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang berpuasa Ramadan dalam keadaan beriman dan mengharapkan pahala, dia akan diampuni dosa-do - sanya yang telah berlalu” (HR Bukhari).
Akademisi yang juga pengajar pascasarjana di bidang akidah dan filsafat ini mengatakan, keutamaan tersebut hanya dapat dirasakan oleh umat yang mengetahui dan mengimaninya.
Selanjutnya akan menjadi lebih spesial bagi umat Islam yang mengetahui keutamaan keduanya dalam satu waktu, yakni Ramadan dan Jumat dihadapi secara bersamaan. “Tentu sebuah kemuliaan bagi manusia yang dapat memanfaatkan waktunya dengan sebaik-baiknya,” tegasnya.
Hal inilah yang membuat tokoh semacam KH Hasyim Asy’ari yakin dan meyakinkan Bung Karno dkk untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada hari tersebut sehingga hari kemerdekaan RI pun jatuh pada hari Jumat, 9 Ramadan 1364.
(Muhammad Saifullah )