HARI Jumat sejak lama dikenal sebagai sayyidul ayyam (rajanya hari). Hal itu mengingat banyaknya keutamaan yang bisa didapatkan umat Islam pada hari Jumat. Apalagi hari Jumat yang jatuh pada bulan Ramadan.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh menyatakan, hari Jumat adalah hari terbaik untuk beribadah dan berdoa, terutama dalam Ramadan.
Rasulullah bersabda: “Hari terbaik di mana matahari terbit di dalamnya adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam AS diciptakan, dimasukkan ke surga, dikeluarkan daripadanya, dan kiamat tidak terjadi kecuali di hari Jumat” (HR Muslim).
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah salawat kepadaku di dalamnya karena salawat kalian akan di tunjukkan kepadaku.
Para sahabat berkata: ‘Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?’ Nabi lalu bersabda: ‘Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi’.”
(HR Abu Da wud, Ibnu Majah, An-Nasa’i) “Keistimewaan lain hari Jumat adalah saat-saat dikabulkannya doa, yaitu saat-saat terakhir setelah salat asar (seperti yang dijelaskan dalam banyak hadis) atau di antara duduknya imam di atas mimbar saat ber - khutbah Jumat sampai salat se - lesai ditunaikan,” jelasnya.
Dia juga mengatakan, Allah mengkhususkan hari Jumat ini hanya bagi kaum muslimin dari seluruh kaum dari umat-umat terdahulu. Di dalamnya banyak rahasia dan keutamaan yang datangnya langsung dari Allah.
Dosen Ushuludin di Universitas Darussalam Gontor, Ahmad Fardi Saifuddin, saat dihubungi KORAN SINDO menyatakan,“Dalam Alquran sendiri satu-satunya nama hari yang dijadikan sebagai nama surat hanyalah nama hari Jumat. Sebab di dalamnya terdapat ayat yang mensyariatkan kewajiban salat Jumat.”
Menurut dia, mufasir yang juga ahli hadis, Al Qurtuby, menyebutkan adanya riwayat yang menyatakan bahwa adanya penyebutan istilah Jum’ah itu karena ada kata jama’a dalam bahasa Arab yang berarti mengumpulkan dan selanjutnya dimaknai sebagai berkumpulnya manusia (di hari itu) untuk menunaikan salat.
Lalu istilah ini digunakan untuk penamaan hari dilaksanakannya syariat tersebut. “Pada sejarahnya, istilah Jumat sebenarnya bisa dikatakan sebagai bentuk dari Islamisasi istilah dari nama sebelumnya.
“Al Qurtuby juga menyebutkan riwayat yang menunjukkan adanya perubahan penggunaan nama hari dari masyarakat di zaman jahiliah yang menyebutnya sebagai hari Arubah,” jelasnya.
Farid menjelaskan, dalam tradisinya, masyarakat Arab jahiliyah menghabiskan waktu dengan pekerjaan masing-masing pada hari pertama (Ahad) hingga hari kelima (Kamis), lalu berpesta dengan hasilnya pada hari Arubah tadi.
Selanjutnya turun lah ayat dari surat Jum’ah yang mensyariatkan salat Jumat bagi umat Islam sebagai pertanda perbedaan dengan tradisi jahiliah. “Pada aspek hikmahnya, ahli tafsir Syekh Sya’rawi dalam suatu wawancara menyebutkan bahwa salah satu hikmah salat Jumat adalah hikmah perbaikan bagi kehidupan sosial. Di sana terjadi sinergi antara ulama dan umatnya,” ungkapnya.
Ulama yang memiliki otoritas dalam keilmuan diamanahi untuk membimbing umat. Lalu bertemu dalam suatu majelis dengan umat manusia yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak luput dari kesalahan.
Lantas terjadilah perbaikan pada diri manusia tadi. Perbaikan diri dan semangat baru yang di hasilkan dari perkumpulan inilah yang disebut sebagai keberkahan. “Keberkahan individu yang diteruskan kepada keberkahan pada tingkat sosial.
Keberkahan seperti inilah yang nantinya sering kita kenal dengan ungkapan Jumat mubarak,” tegasnya. Selanjutnya, sambung Farid, istilah Ramadan diartikan sebagai panas yang terik.