Hal ini mengarah pada penggalangan dana online yang dilihat dari saluran media sosial ditambah dengan peran influencer yang mulai mengumpulkan dana untuk Yaman. Dicatat, dengan begitu telah dikumpulkan dana lebih dari 1 juta euro, di mana biasanya begitu sulit bagi sebuah badan amal untuk menggalang dana melalui cara ini.
Pendapat lain menyatakan bahwa meskipun telah ada peningkatan kesadaran untuk membantu sesama, namun fokus yang lebih diberikan melalui saluran digital diyakini dapat memperluas perspektif.
Direktur Kebijakan dan Sukarelawan NCVO, Sarah Vibert mengungkapkan, maraknya keterlibatan orang dalam menjadi sukarelawan secara lokal dan menciptaan kelompok-kelompok bantuan bersama ini akan cenderung menimbulkan aktivitas sukarelawan jadi serba online, yang di mana dapat dilakukan dari mana saja.
Disimpulkan, menjadi sukarelawan online dapat menghilangkan unsur sosial di dalamnya karena tak berhubungan secara fisik seperti kegiatan sosial pada umumnya.
“Ada suatu hal tentang bagaimana komunitas itu dibuat dan kemudian pergerakannya dipindahkan semua menjadi berbasis online yang tak perlu mengaitkan adanya kedekatan fisik,” kata Sarah.
Terkait hal tersebut, Mark Phillips, direktur pelaksanan konsultasi penggalangan dana Bluefrog turut mengatakan bahwa sebenarnya bukan masalah jika seorang donor ingin menyumbang untuk amal sebuah pembangungan menjadi sukarelawan, asalkan mereka harus memiliki pemahaman yang jelas tentang apa yang mereka dukung tersebut.
“Ada perasaan bahwa kurang adanya kepemimpinan, sehingga dalam jangka pendek, fokusnya hanya sebatas pada keinginan untuk menjadi bagian dari sesuatu saja.” jelas Phillips.
Tak hanya itu, ia juga berpesan bahwa para donor ini sangat rentan akan krisis kemanusiaan. Akan lebih baik sekiranya jika tak hanya memberi kepada badan amal, namun juga mengetahui arah tujuan terhadap apa yang ingin dicapai dan apa yang semestinya dilakukan.
(Rizka Diputra)