Sedangkan dalam dimensi moral, salat Iduladha dan merupakan sarana pencegah perbuatan keji dan munkar, serta peningkatan ketakwaan kepada Allah. Hal tersebut menurut Hamim memiliki konsekuensi sosiologis, yaitu menebarkan perdamaian, kebaikan, dan mewujudkan kesejahteraan sosial. Pandangan ini berlandaskan QS. Al-Hajj ayat 36, di mana Allah berfirman “fakulu minha wa ath’imu al-qani’a wa al-mu’tar” (makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta).
Baca Juga: Keutamaan Puasa Arafah Hapuskan Dosa 2 Tahun
“Makan daging itu dari dulu sampai sekarang di Indonesia itu pertanda sejahtera, pertanda makmur. Jadi, salat Iduladha dan kurban sejatinya memiliki fungsi pendidikan yang membentuk pribadi al-mukhbitin, yaitu al-mujtahiduna fi al-‘ibadah atau orang yang bersungguh-sungguh mengabdi kepada Allah,” kata dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini melansir laman resmi Muhammadiyah, Selasa (13/7/2021) .
Hamim turut menerangkan karakter al-mukhbitin sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Al-Hajj ayat 35, yaitu: hati selalu bergetar tatkala mendengar asma Allah, tangguh menaklukkan tantangan dan ujian, penyebar perdamaian, kesejahteraan dan kebaikan, produktif menghasilkan barang dan jasa, dan berkarakter filantropis (senang berbagi).
(Vitrianda Hilba Siregar)