7 Ulama Besar Sepanjang Sejarah Kota Madinah

Tim Okezone, Jurnalis
Kamis 22 Juli 2021 20:45 WIB
Masjid Nabawi di Kota Madinah. Kota Madinah mempunyai 7 ulama besar atau tabi'in sepanjang sejarah kota tersebut. (Foto: Okezone/dok)
Share :

7 ULAMA besar sepanjang sejarah Kota Madinah ini patutlah diketahui oleh para kaum Muslimin. 7 ulama besar ini ada para tabiin atau murid-murid dari para sahabat Nabi Muhammad SAW.

Bagi Anda yang suka membaca buku-buku biografi dan sejarah Kota Madinah, tentulah tak asing dengan istilah fuqoha sab’ah(الفقهاء السبعة).

Suatu istilah yang ditujukan kepada tujuh orang tabi’in  yang merupakan ulama besar di Madinah zaman itu. Zaman tabiin adalah zaman banyak ulamanya, namun tujuh orang yang hidup di masa bersamaan ini begitu menonjol dan menjadi rujukan utama. Dari mereka tersebar ilmu dan fatwa di dunia Islam (Haji Khalifah: Salmu al-Wushul ila Tabaqat al-Fuhul, 5/189).

Baca Juga: Mualaf Pertama di Inggris William Henry Quilliam Bergelar Profesor Hukum

Tujuh ulama (fuqoha sab’ah) itu adalah

1. Said bin al-Musayyib

2. Urwah bin az-Zubair bin Awwam

3. Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq

4.  Ubaidullah bin Abdullah

5. Kharijah bin Zaid bin Tsabit

6. Sulaiman bin Yasar.

7. Sementara untuk nama ketujuh diperselisihkan siapa orangnya; Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf atau Salim bin Abdullah bin Umar bin al-Khattab atau Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-Harits.

Pertama, Said bin al-Musayyib

Said bin al-Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb al-Makhzumi al-Qurasyi. Kun-yahnya adalah Abu Muhammad. Ia adalah tokoh utama tabi’in. Kedudukannya di tengah-tengah para tabi’in bagaikan kedudukan Abu Bakar di antara para sahabat. Said dilahirkan di masa pemerintahan Umar bin al-Khattab. Ibunya adalah Ummu Said binti Hakim.

Dari sisi keilmuan, tentu Said sangat luar biasa. Ia adalah pakar dalam bidang hadits dan fikih. Sosoknya adalah pribadi yang zuhud dan wara’. Walaupun sibuk dengan ilmu dan dakwah, ia juga tetap bekerja untuk kehidupan dunianya. Tabi’in yang mulia ini adalah seorang pedagang minyak zaitun. Dan ia tidak menerima pemberian.

Baca Juga: Bolehkah Menjual Kaki, Kulit dan Kepala Hewan Kurban, Ini Penjelasan Ulama

Said bin al-Musayyib wafat di Kota Madinah pada tahun 94 H. Ada juga yang menyatakan beliau wafat pada tahun 89 H. Pendapat lainnya menyebutkan 91 H. Atau 92 H, 93 h, atau 105 H (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 5/89-109).

Kedua, Urwah bin az-Zubair

Urwah bin az-Zubair adalah putra dari sahabat yang mulia az-Zubair bin al-Awwam. Satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. saudaranya adalah seorang sahabat. Yaitu Abdullah bin az-Zubair radhiallahu ‘anhu. Dengan demikian, Urwah adalah seorang Quraisy yang nasabnya Urwah bin az-Zubair bin al-Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab. Kun-yahnya Abu Abdullah.

Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07) dalam paparanya di laman Kisahmuslim dikutip pada Kamis (22/7/2021) menjelaskan, Ibu Urwah adalah Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia dilahirkan pada tahun 29 H. Pendapat lain menyatakan 23 H.

Ulama yang mulia ini sama sekali tak pernah turut campur dalam fitnah perpecahan. Dan perjalanan hidupnya tidak hanya dihabiskan di Kota Madinah. Ia pernah tinggal di Bashrah. Kemudian menuju Mesir dan menikah di sana. Lalu tinggal di negeri Nabi Musa itu selama tujuh tahun. Setelah itu baru ia kembali ke Madinah dan wafat di kota nabi itu pada tahun 94 H. Ada yang mengatakan 92, 93, atau 95 H (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 5/136-139).

Ketiga, al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq.

Dari silsilah namanya tentu kita mengetahui, ulama dengan nasab Quraisy ini adalah cucu dari khalifah pertama Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu. Kun-yahnya adalah Abu Muhammad atau Abu Abdurrahman. Ibunya adalah seorang budak perempuan yang bernama Saudah.

Baca Juga: Larangan Puasa Hari Tasyrik, Adakah Pengeculianya?

Al-Qasim dilahirkan di Kota Madinah pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Tentu al-Qasim adalah seorang yang shalih dan terpecaya riwayat haditsnya. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkomentar tentangnya, “Kalau seandainya aku memiliki hak mengangkat pemimpin, maka akan aku angkat al-Qasim bin Muhammad menjadi seorang khalifah.”

Di masa tuanya, al-Qasim mengalami kebutaan. Dan ia wafat di Madinah pada tahun 106 H. Pendapat lain menyatakan 107 H, 108 H, atau 112 H (Ibnu Saad dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 5/142-148).

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya