Yang dimaksud sedekah jariyah adalah amalan yang terus bersambung manfaatnya. Seperti wakaf aktiva tetap (contoh: tanah), kitab, dan mushaf Al-Qur’an. Inilah alasannya kenapa Ibnu Hajar Al-Asqalani memasukkan hadits ini dalam bahasan wakaf dalam Bulughul Maram. Karena para ulama menafsirkan sedekah jariyah dengan wakaf.
Baca Juga: Sabar Bukan karena Manusia Mampu Melakukan, tapi Atas Izin Allah Ta'ala
Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan berkata, “Hadits ini jadi dalil akan sahnya wakaf dan pahalanya yang besar di sisi Allah. Di mana wakaf tersebut tetap manfaatnya dan langgeng pahalanya. Contoh, wakaf aktiva tanah seperti tanah, kitab, dan mushaf yang terus bisa dimanfaatkan. Selama benda-benda tadi ada, lalu dimanfaatkan, maka akan terus mengalir pahalanya pada seorang hamba.” (Minhah Al-‘Allam, 7: 11)
Imam Ash-Shan’ani menyebutkan, “Para ulama menafsirkan sedekah jariyah dengan wakaf. Perlu diketahui bahwa wakaf pertama dalam Islam adalah wakaf dari ‘Umar bin Al-Khattab sebagaimana nanti akan disebutkan haditsnya yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah. Kaum Muhajirun berkata, “Wakaf pertama dalam Islam adalah wakaf dari Umar.” (Subul As-Salam, 5: 226)
(Vitrianda Hilba Siregar)