Maka dipanggillah tabib ketiga. "Hamba perhatikan anak tuan memang susah dikendalikan, lebih baik kalian mengalah saja sebagai orangtua," kata tabib ketiga.
"Mengalah bagaimana maksudnya?" tanya tuan menteri.
"Biarkan anak tuan menabuh rebana sesuka hati. Agar tuan sekeluarga tidak terganggu, tutup telinga dengan kapas," saran tabib ketiga.
Namun saran tersebut ditolak mentah-mentah oleh keluarga tuan menteri. Hari berikutnya tuan menteri memanggil tabib keempat. Sang tabib membawakan buku berisi cerita dongeng anak. Ia pun mendekati anak tuan menteri dan membacakan cerita yang ada di dalam buku tersebut.
Awalnya si anak tertarik, tapi akhirnya memilih kembali menabuh rebana. Usaha tabib keempat pun dianggap gagal.
Begitu juga dengan tabib kelima, meskipun membacakan mantra, si anak tetap saja tidak menunjukkan perubahan. Hal ini membuat tuan menteri kewalahan menghadapi anak satu-satunya itu.
Sampai akhirnya terlintas di benaknya untuk meminta bantuan Abu Nawas. Maka, pergilah tuan menteri menemui Abu Nawas.
Ia pun menceritakan permasalahan yang sedang dialami. Setelah mendengar keluhan tuan menteri, Abu Nawas kemudian bertanya, "Di rumah tuan apakah ada palu dan pahat?"
Mendengar pertanyaan tersebut, tuan menteri menjadi heran. "Ada, tapi apa hubungannya Abu Nawas?" kata tuan menteri balik bertanya.
"Nanti tuan juga akan tahu. Ayo lebih baik kita segera ke rumah tuan," ajak Abu Nawas.