Raja penasaran juga. "Ke mana saja kamu?" tanya Raja begitu melihat Abu Nawas berada di depannya.
"Mohon ampun Baginda Raja, hamba sedang menjalankan mimpi hamba untuk uzlah ke hutan," jawab Abu Nawas.
"Mimpi apa?"
"Mimpi bertemu ayah hamba. Beliau berpesan agar hamba menyepi untuk sementara waktu agar dapat wangsit," ujar Abu Nawas.
"Terus sekarang sudah dapat wangsit?" tanya Baginda Raja penasaran.
"Sudah Baginda," jawab Abu Nawas.
"Apa wangsit yang kamu peroleh?"
"Mohon ampun Baginda. Ini tentang Baginda."
"Hah, tentang saya? Tentang apa itu?" desak Baginda, "Ayo ceritakan."
"Berdasarkan cerita burung, jika Baginda hendak melakukan reshuffle para menteri hendaknya memilih figur-figur yang benar-benar lebih baik dari menteri yang ada saat ini," tutur Abu Nawas.
"Ya, sudah pasti itu," sergah Baginda. "Memangnya kamu bisa berbicara dengan burung?" tanya Baginda memastikan.
"Begitulah, Baginda," jawab Abu Nawas mantap. "Berdasarkan cerita burung, Baginda hendaknya jangan mengangkat menteri yang ciri-cirinya seperti saya," lanjut Abu Nawas.
"Ah, burung kok dipercaya," ujar Baginda tertawa. "Jadi kamu menolak menjadi menteri?" tanya Baginda kemudian.
"Bukan begitu, Baginda. Ini berdasar cerita burung jika Baginda ingin negeri ini baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur," ujar Abu Nawas. "Burung itu adalah burung ghaib. Burung yang dikirim dari langit," lanjut Abu Nawas serius.