Lalu Umar mengatakan, "Ini ada ruangan saya. Saya sering pakai ruangan ini untuk memecahkan perkara umat. Sekarang kalian masuk ke sini dan saya tunjuk Abdurrahman bin Auf sebagai ketua majelisnya. Jangan keluar dari ruangan ini kecuali kalian sudah pilih salah seorang dari kalian untuk menjadi pemimpin pengganti saya, karena alasannya kalian berenam adalah orang yang paling paham agama ini."
"Jadi selalu larinya kepada pemahaman agama," terang Ustadz Khalid Basalamah.
Kemudian Abdurrahman bin Auf saat masuk ke ruangan itu berkata, "Amir mukminin Umar bin Khattab sudah menunjuk saya menjadi ketua majelis, maka saya mengundurkan diri dari kandidat, karena saya tidak ingin bertanggung jawab di depan Allah pada hari kiamat. Tinggal kalian berlima saja."
Berlima ini kemudian berdiskusilah. Abdurrahman menengahi dengan cara menyebutkan siapa di antara lima orang ini yang paling banyak keutamaannya disebutkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wassallam.
Maka mengerucutlah kepada dua orang: Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu ajma'in. Utsman unggul satu atau dua hadits saja, di antaranya tentang beliau membeli satu sumur namanya Sumur Rumat yang diambil airnya untuk para mujahidin saat mau Perang Tabuk.
Nah, ketika itu Utsman pun akhirnya ditunjuk menjadi pengganti. Sewaktu mereka keluar dari ruangan itu, Umar sempat tanya, "Siapa yang kalian tunjuk?" Mereka mengatakan Utsman.
Kata Umar, "Alhamdulillah, saya telah lepas tanggung jawab di depan Allah Subhanahu wa Ta'ala pada hari kiamat nanti."
"Maka Utsman harus jadi pengganti. Jadi tanpa ada ribut, tanpa ada apa, mereka sudah sepakat kepada Utsman," beber Ustadz Khalid Basalamah.
Ketika Utsman meninggal, maka masyarakat Madinah dan kaum Muslimin mengingat kasus pertemuan yang Umar bentuk itu. Setelah Utsman, sosok yang ideal menjadi pemimpin adalah Ali. Maka dipilihlah Ali radhiyallahu anhu ajma'in.
"Nah, seperti itu kurang lebih estafetnya. Kalau kita simpulkan sebenarnya sih lebih kepada poin pertama masalah agama," jelas Ustadz Khalid Basalamah.