DOA tawaf wada dibahas Okezone Muslim dalam artikel berikut ini. Sesuai namanya, tawaf wada adalah tawaf perpisahan. Tawaf wada dilakukan jamaah haji yang akan meninggalkan Tanah Suci Makkah menuju kembali ke negaranya.
Dikutip dari Rumaysho.com, Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal M.Sc menerangkan jika jamaah haji telah melempar jumrah padah hari ke-12 lalu keluar dari Mina (disebut nafar awwal), atau menambah hingga hari ke-13, berarti tinggal satu manasik lagi yang mesti ditunaikan yaitu tawaf wada. Tawaf ini merupakan bagian dari wajib haji sebagaimana pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Tawaf wada merupakan sebagai penghormatan terakhir kepada Masjidil Haram. Jadi, tawaf wada adalah amalan terakhir bagi orang yang menjalankan haji sebelum meninggalkan Tanah Suci Makkah, tidak ada lagi amalan setelah itu.
Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata:
أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ ، إِلاَّ أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ
"Manusia diperintahkan menjadikan akhir amalan hajinya adalah di Baitullah (dengan tawaf wada, pen) kecuali hal ini diberi keringanan bagi wanita haidh." (HR Bukhari nomor 1755 dan Muslim: 1328)
"Adapun wanita haidh yang telah menjalani tawaf ifadah jika bisa menunggu sampai haidhnya suci, maka diperintahkan melakukan tawaf wada. Apabila tidak mampu menunggu karena harus meninggalkan Makkah, tawaf wada gugur darinya," jelas Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal.
Ia melanjutkan, tawaf wada ini wajib menjadi akhir amalan orang yang berhaji di Baitullah dan tidak boleh lagi tinggal lama setelah itu. Jika jamaah haji tinggal lama setelah itu, tawaf wadanya wajib diulangi.
Adapun jika diamnya sebentar seperti karena menunggu rombongan, membeli makanan atau ada kebutuhan lainnya, maka itu tidaklah masalah. Begitu pula jika ada yang belum menunaikan sai hajinya, maka boleh menjadikan sainya setelah tawaf wada. Sebab, melakukan sai tidak memerlukan waktu lama.
Sedangkan bagi penduduk Makkah tidak ada kewajiban tawaf wada. Begitu pula tidak ada kewajiban tawaf wada bagi orang yang berumrah karena tidak ada dalil yang menjelaskannya sebagaimana pendapat jumhur ulama, yaitu Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah.
"Boleh pula mengakhirkan tawaf ifadah dan digabungkan satu niat dengan tawaf wada. Demikian menurut pendapat yang shahih," terang Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal.
Dia menambahkan, bagi jamaah haji yang telah selesai menunaikan seluruh manasik, segeralah pulang dan kembali kepada keluarganya, karena demikian mendapatkan pahala yang besar. Inilah yang biasa dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ ، يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ ، فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ
"Safar adalah bagian dari adzab (siksa). Ketika safar salah seorang dari kalian akan sulit makan, minum, dan tidur. Jika urusannya telah selesai, bersegeralah kembali kepada keluarganya." (HR Bukhari nomor 1804 dan Muslim: 1927)