HUKUM membeli hewan kurban dengan utang dibahas dalam artikel berikut ini. Dai muda asal Yogyakarta Ustadz Ammi Nur Baits ST BA menjelaskan bahwa sasaran perintah berkurban adalah orang yang mampu.
Ia mengungkapkan, ajaran menyembelih hewan kurban bagi orang-orang yang mampu tersebut sebagaimana dijelaskan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
"Barang siapa yang memiliki kelapangan rezeki, namun tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat sholat kami." (HR Ahmad nomor 8273, Ibnu Majah: 3123, dan sanad hadits dihasankan Al Hafizh Abu Thohir)
Lantas, bagaimana hukumnya jika membeli hewan kurban dengan berutang karena tidak mampu?
Sebagian ulama secara tegas menganjurkan untuk berkurban meskipun harus utang. Imam Sufyan Ats-Tsauri menceritakan, Abu Hatim berutang untuk membeli seekor unta. Ketika ditanya, mengapa sampai utang? Beliau menjawab, "Aku mendengar firman Allah:
لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ
'Kalian akan mendapatkan kebaikan dari sembelihanmu itu'." (Tafsir Ibn Katsir, 5/426)
Artinya, kata Ustadz Ammi Nur Baits, Imam Sufyan Ats-Tsauri meyakini Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberi ganti dari upaya beliau dengan berutang untuk kurban.
"Saran ini berlaku jika dia memiliki penghasilan dan memungkinkan untuk melunasi utangnya. Tapi jika dia tidak berpenghasilan, atau sudah punya banyak utang, sebaiknya menambah beban utangnya, meskipun untuk ibadah," jelasnya, seperti dikutip dari laman Konsultasi Syariah, Rabu (29/5/2024).
Ibn Utsaimin mengatakan, "Jika orang punya utang maka selayaknya mendahulukan pelunasan utang daripada berkurban." (Syarhul Mumti' 7/455)
Dalam kitab Majmu' Fatawa, beliau juga ditanya tentang hukum utang untuk kurban. Ia mengatakan:
إذا كان الرجل ليس عنده قيمة الأضحية في وقت العيد لكنه يأمل أن سيحصل على قيمتها عن قُرب، كرجل موظف ليس بيده شيء في وقت العيد، لكن يعلم إذا تسَلَّم راتبه سهل عليه تسليم القيمة فإنه في هذه الحال لا حرج عليه أن يستدين، وأما من لا يأمل الحصول على قيمتها من قرب فلا ينبغي أن يستدين للأضحية
"Ketika seseorang tidak memiliki dana untuk kurban di hari 'id, namun dia berharap akan mendapatkan uang dalam waktu dekat, seperti pegawai, ketika di hari 'id dia tidak memiliki apa pun. Namun dia yakin setelah terima gaji, dia bisa segera serahkan uang kurban, maka dalam kondisi ini, dia boleh berutang. Sementara orang yang tidak memiliki harapan untuk bisa mendapat uang pelunasan kurban dalam waktu dekat, tidak selayaknnya dia berutang."
Beliau menyebutkan alasannya:
أما إذا كان لا يأمل الوفاء عن قريب فإننا لا نستحب له أن يستقرض ليضحي؛ لأن هذا يستلزم إشغال ذمته بالدين ومنّ الناس عليه، ولا يدري هل يستطيع الوفاء أو لا يستطيع
"Jika tidak ada harapan untuk melunasinya dalam waktu dekat, kami tidak menganjurkannya untuk berutang agar bisa berkurban. Karena semacam ini berarti dia membebani dirinya dengan utang, untuk diberikan kepada orang lain. Sementara dia tidak tahu, apakah dia mampu melunasinya ataukah tidak." (Majmu' Fatawa Ibnu Utsaimin, 25/110)
Kecuali jika di suatu masyarakat, kegiatan kurban ini tidak digalakkan. Karena mungkin rata-rata mereka tidak mampu, atau mereka terlalu pelit sehingga keberatan untuk berkurban, maka dia dianjurkan untuk utang, apa pun keadaannya, dalam rangka menghidupkan sunah (ajaran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) untuk berkurban.
Ini sebagaimana yang disarankan Imam Ahmad, bagi orang yang tidak memiliki biaya aqiqah, agar berutang dalam rangka menghidupkan sunnah aqiqah di hari ketujuh setelah kelahiran.
Imam Ahmad mengatakan:
إذا لم يكن عنده ما يعق فاستقرض رجوت الله أن يخلف عليه إحياء للسنة
"Jika dia tidak memiliki biaya untuk aqiqah, hendaknya dia berutang. Saya berharap agar Allah menggantinya karena telah menghidupkan sunah." (Al Mughni, 11/120)
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)