ABU Nawas ditunggu oleh seorang bocah di jalanan. Tidak berapa lama lewatlah Abu Nawas yang baru pulang dari kebun. Dia menenteng dua labu yang dipetik dari kebunnya.
Bocah tersebut lalu segera menghampiri dan menyapanya. "Tuan Abu Nawas, bisakah Anda berhenti sebentar?" minta dia seperti dilansir kanal YouTube Humor Sufi Official.
Abu Nawas pun menghentikan langkahnya menuruti permintaan anak kecil itu. "Ada apa memangnya?" tanya dia.
"Begini Tuan Abu Nawas, Anda kan sangat terkenal cerdik, juga pandai. Oleh karena itu, aku ingin menantang Anda main sebuah tebak-tebakan," kata si bocah penuh percaya diri.
"Boleh, apa peraturannya?" tanya Abu Nawas.
"Apabila Tuan Abu Nawas tidak bisa menjawab tebakanku, maka buah labu yang ada di tangan Anda jadi milikku," ujar si anak kecil.
"Baik, silakan apa tebak-tebakanmu?" ucap Abu Nawas.
"Coba tebak, burung kecil yang ada dalam genggaman tanganku ini hidup atau mati? Kalau Tuan Abu Nawas menjawab salah, maka buah labunya jadi milikku," kata si anak kecil.
Dengan wajah tersenyum, Abu Nawas mengangguk setuju. Lalu ia pun menjawab, "Burung kecil dalam genggamanmu sudah mati."
Mendengar jawaban tersebut, si anak kecil senang sekali. "Anda salah Tuan Abu Nawas," teriak dia kegirangan. Lalu membuka genggaman tangannya dan membiarkan burungnya terbang bebas.
"Oh iya aku salah. Baiklah, buah labu ini menjadi milikmu," balas Abu Nawas tersenyum bahagia.
Si anak kecil merasa heran kenapa Abu Nawas malah terlihat gembira. Tapi di lain pihak, ia mendapat dua buah labu tanpa harus membelinya.
Dengan wajah ceria, si anak kecil kemudian membawa pulang buah labu pemberian Abu Nawas itu. Setibanya di rumah, ayah si anak lantas bertanya tentang dua buah labu yang dibawanya.
"Dari mana kamu mendapatkan itu?" tanya sang ayah.
Anak tersebut dengan bangganya menceritakan bahwa dirinya telah mengalahkan Abu Nawas main tebak-tebakan. Lalu buah labu yang dibawanya adalah hadiah atas kemenangannya.
"Memangnya tebakan apa yang kau berikan sehingga membuat Tuan Abu Nawas tidak bisa menjawabnya?" tanya ayahnya penasaran.
Si anak lalu memberi tahu tebak-tebakan yang diberikan kepada Abu Nawas. Tanpa disangka ayahnya menjadi sangat marah. Beliau lalu berkata, "Kamu mengira kamu betul-betul menang? Kamu itu kalah!"
Si anak pun menjadi sangat bingung dengan ucapan ayahnya. Sang ayah lalu memerintahkan untuk mengembalikan buah labunya. Mereka berdua bergegas menuju rumah Abu Nawas sambil meminta maaf.
"Maafkan anak hamba Tuan Abu Nawas. Ini buah labunya kami kembalikan," kata sang ayah.
"Tidak apa-apa, ambil saja. Itu sudah menjadi hak anakmu," balas Abu Nawas dengan tersenyum.
"Terima kasih Tuan Abu Nawas, kami mohon pamit," ucap sang ayah.
Dalam perjalanan pulang, si anak meminta penjelasan kepada ayahnya.
"Wahai ,ayah kenapa ayah mengatakan kalau aku yang kalah? Jelas-jelas Tuan Abu Nawas yang salah menebaknya, jadi bukankah dia yang kalah?" tanya si anak merasa heran.
Sang ayah menarik napas panjang dan mulai menjelaskan, "Tuan Abu Nawas sengaja menjawab burungnya mati, sebab dengan begitu kamu akan melepaskan dan membiarkan burung itu terbang bebas."
"Kalau Tuan Abu Nawas menjawab masih hidup, kamu pasti akan meremas hewan lemah itu sampai mati. Pada akhirnya kamu juga yang menang taruhan."
"Kamu pikir Tuan Abu Nawas tidak tahu kelicikanmu? Dia rela memberikan buah labu dan dianggap kalah, tapi sejatinya Tuan Abu Nawas-lah pemenangnya. Dia memenangkan cinta kasih yang murni yang memikirkan kebahagiaan semua makhluk tanpa pamrih, sedangkan bagi yang egois hanya memikirkan apa yang akan didapatkan."
Setelah mendengar penjelasan sang ayah, si anak pun menyadari akan kekeliruannya. Allahu a'lam.
(Hantoro)