Mayoritas ulama berpendapat bahwa ibadah haji yang dibiayai dengan uang pinjaman tetap sah jika semua rukun dan syarat hajinya terpenuhi. Namun, mereka menekankan bahwa berutang untuk haji tidak dianjurkan, terutama jika utang tersebut membebani dan tidak ada kepastian mengenai pengembaliannya.
Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu menjelaskan bahwa kemampuan finansial dalam berhaji mencakup memiliki dana yang cukup tanpa harus berutang. Jika seseorang meminjam uang, itu berarti ia belum memenuhi syarat mampu secara finansial.
Namun, jika pinjaman tersebut adalah pinjaman tanpa bunga dan orang yang meminjam memiliki keyakinan penuh dapat mengembalikannya, maka hukumnya mubah (boleh).
Bagi seseorang yang ingin berhaji tetapi belum memiliki kemampuan finansial, Islam memberikan kelonggaran. Menunggu hingga benar-benar mampu adalah langkah yang lebih baik daripada memaksakan diri dengan berutang.
Dalam Islam, Allah SWT tidak membebani seseorang di luar kemampuannya, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 286:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفۡسًا اِلَّا وُسۡعَهَا ؕ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَيۡهَا مَا اكۡتَسَبَتۡؕ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَاۤ اِنۡ نَّسِيۡنَاۤ اَوۡ اَخۡطَاۡنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَاۤ اِصۡرًا كَمَا حَمَلۡتَهٗ عَلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِنَا ۚرَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖ ۚ وَاعۡفُ عَنَّا وَاغۡفِرۡ لَنَا وَارۡحَمۡنَا ۚ اَنۡتَ مَوۡلٰٮنَا فَانۡصُرۡنَا عَلَى الۡقَوۡمِ الۡكٰفِرِيۡنَ
Artinya: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
Pergi haji dengan uang pinjaman tetap sah secara syariat jika rukun dan syarat haji terpenuhi. Namun, Islam sangat menekankan kemampuan finansial sebagai syarat utama dalam ibadah haji.