KEMENAG akan menggelar Sidang Isbat (penetapan) awal Ramadan 1440H pada Minggu, 5 Mei 2019 M di Auditorium H.M. Rasjidi, Kementerian Agama RI, Jl. MH. Thamrin No. 6, Jakarta.
Penentuan awal ramadan melalui sidang itsbat berpijak pada penentuan bulan baru (hilal) yang digunakan sebagai penanda awal bulan Hijriah. Dalam menentukan hilal, terdapat dua metode yaitu hisab dan rukyat. Adapun hisab, adalah melihat hilal dengan menggunakan teori, sedangkan rukyat melihat dengan mata telanjang.
"Orang yang menggunakan metode rukyat, pasti menggunakan metode hisab juga," ujar Pengsuh pesantren PPMNU Bogor, KH Achmad Ikrom, kala dihubungi Okezone.
Baca Juga: Cerita di Balik Hijrahnya 5 Artis Tanah Air

Sementara pemerintah, setiap tahunnya menggunakan metode rukyat dalam menentukan hilalnya. Meski menggunakan metode yang berbeda, tidak selamanya pemerintah dan Muhammadiyah juga berbeda penentuan. "Pernah juga sama, seperti tahun lalu juga sama," sambung Achmad Ikrom.
Hilal sendiri, akan digunakan menetapkan awal puasa agar penentuan bulan baru tidak meleset. Ikrom pun menganalogikan pentingnya penentuan awal bulan ini sebagai ibadah. Tidak hanya puasa dan Idul Fitri, tapi juga ibadah salat yang mensyaratkan perhitungan masuknya waktu salat. "Jadi ibarat Salat subuh, kalau kita lakukan jam 3 pagi kan enggak bisa” tambah KH Achmad Ikrom .
Ketua Lembaga Falaqiah PBNU, KH Achmad Ghazalie Masroeri menyebut, ada tiga alasan harus dipakainya metode rukyat ini. Pertama, hal ini sudah tertuang dalam hadist sebagai perintah Rasulullah.
Baca Juga: Tampil Anggun dengan Maxy Dress Printing saat Ramadan, Begini Padupadannya!

"Kedua karena rukyat mempunyai nilai ilmiah. Rukyat itu kegiatan observasi di lapangan baik dengan mata telanjang biasa maupun dengan alat alat yang super modern pun," tuturnya.
"Rukyat merupakan instrumen uji verivikasi atas perhitungan hisab yang telah dibuat. Semua perhitungan hisab tetap harus diuji dengan menggunaka rukyat, cocok atau tidak," tambahnya.
Sementara faktor ketiga, adalah sebagai bentuk komitmen Nahdatul Ulama melaksanakan kesepakatan tahun 2003 yaitu pertemuan alim ulama Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan para ormas islam di Jakarta, yang kemudian melahirkan fatwa.
"Keputusan, Penetapan, Penentuan, awal ramadhan syawal, dan dzulhijah harus didasarkan rukyat dan hisab dalam sidang isbat yang akan di pimpin Menteri agama pada ahad yang akan datang,"
Oleh karenanya, pengurus NU, yang terdiri para kyai, ahli astronomi, ahli hisab, ahli fiqih, menyatu di lapangan untuk melakukan rukyat hilal, setelah itu dilaporkan ke markas PBNU lalu PBNU melaporkan ke Kemenag untuk melaporkan hasil rukyat yang telah diselenggarakan oleh NU.
Kyai Achmad Ghazalie memprediksi, hilal terendah akan muncul di petang hari pada ketinggian 4⁰ 35’ di jayapura. Sedangkan hilal tertinggi akan muncul di pelabuhan ratu pada ketinggian 5⁰ 45’. Di Jakarta sendiri hilal akan mucul pada ketinggian 5⁰ 39’ 54”.
(Martin Bagya Kertiyasa)