Demi memperkuat jaringan pengetahuan tentang Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) mengadakan seminar Islam Wasathiyah untuk Indonesia dan Dunia: Kontribusi Pesantren yang berlangsung di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Kramat (PBNU), Jakarta Pusat, Senin (19/8/2019).

Kepala Litbang Kementerian Agama (Kemenag) RI, Abdurrahman Masud mengatakan, jika antara Pondok Pesantren dan Kemenag sudah menjalin kerja sama, demi membentuk Islam Wasathiyah serta menghindari pesantren yang dinilai ilegal.
"Untuk itu Kemenag dan pondok-pondok pesantren sudah menjalin kerja sama. Karena Pesantren yang tidak di bawah Kemenag itu bisa disebut ilegal," katanya saat pembukaan seminar di kantor PBNU, Kramat, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2019).
Islam Wasathiyah atau Islam Nusantara kini semakin gencar disosialisasikan, khususnya di pesantren-pesantren di Nusantara. Ini dilakukan untuk mencegah meluasnya Islam yang berbau radikal dan dapat merusak persatuan antara kelompok nasionalisme dan agama di Indonesia.
Ketua Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) PBNU KH Abdul Ghafar Rozin mengatakan, bahwa Islam di Indonesia menjadi inspirasi para pemimpin di dunia. Dan menurutnya, sebentar lagi Indonesia akan menjadi rujukan di berbagai dunia.
"Islam di Indonesia menjadi rujukan para pemimpin dunia dan jadi dikagumi di luar negeri. Sedangkan di Indonesia sendiri belum tentu disyukuri," ujarnya.
Dia juga menambahkan, pesantren saat ini jadi satu-satunya pusat literasi Islam di Indonesia. Selain itu, jadi pusat pendidikan pembentukan karakter juga sangat penting dipelajari.
"Kita kaya sekali dengan ulama, tidak heran jika pesantren adalah pusat literasi. Pola pembelajaran di pesantren interaksinya sampai 24 jam. Itu belum ada yang menggantikan di Indonesia. Beda dengan boarding school dengan pesantren, nilai kulturnya beda," katanya.
Sedangkan menurut Komisioner Komnas Perempuan, Riri Hariroh, peran perempuan di pesantren cukup unggul.
"Di Indonesia sendiri Islam Nusantara atau Wasathiyah sudah terbukti untuk kepemimpinannya. Sumber pengatahuannya harus lebih luas, supaya mencetak ulama-ulama perempuan Indonesia," katanya.
(Dyah Ratna Meta Novia)