KISAH sahabat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yang satu ini benar-benar sarat dengan hikmah. Perjalanan hidupnya sungguh mengagumkan hingga berakhir syahid di medan perang.
Mengutip dari Sindonews, Jumat (29/5/2020), beliau adalah Salim Radhiallahu anhu, hamba sahaya dari Abu Hudzaifah Radhiallahu anhu, sahabat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yang terpandang dan golongan awal memeluk Islam, sehingga namanya dikenal dengan julukan Salim Maula Abu Hudzaifah Radhiallahu anhu.
Ustadz Salim A Fillah, penulis buku-buku Islami, melalui akun Instagram-nya @salimafillah menceritakan satu nama selain Abu Ubaidah ibn Jarrah dan Mu'adz ibn Jabal yang disebut Sayyidina Umar bahwa seandainya masih hidup akan dia tunjuk sebagai khalifah sepeninggalnya adalah Salim Maula Abi Hudzaifah.
Dialah yang disebut oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya:
Artinya: "Ambillah Alquran ini dari empat orang, Abdullah ibn Mas'ud, Salim Maula Abi Hudzaifah, Ubay ibn Ka'b, dan Mu'adz ibn Jabal."
Dalam Perang Yamamah, beliau bersama mantan tuan yang amat dicintainya bertempur bersisian habis-habisan.
"Duhai amat buruk jika aku penjaga Alquran, sementara pertahanan kaum Muslimin jebol karena diriku."
"Tidak wahai Salim," ujar Abu Hudzaifah, "Bahkan kamulah sebaik-baik pemikul Alquran."
Maka keduanya kembali berjuang berdampingan hingga gugur syahid bersama dan dimakamkan dalam satu lubang galian.
Sosok Salim bin Abdullah
Tidak sampai 10 tahun kemudian, tiga putri Kisra Persia masuk Islam. Putri yang sulung dinikahi oleh Muhammad ibn Abi Bakr Ash Shiddiq. Putri yang bungsu disunting oleh Husain ibn Ali ibn Abi Thalib, dan yang tengah diperistri oleh Abdullah ibn Umar al Khatthab.
Dari mereka lahirlah 3 dari 7 Fuqaha Madinah bersepupu Al Qasim ibn Muhammad, Ali Zainal Abidin ibn Husain, dan Salim ibn Abdillah.
Putra Umar banyak, tapi Abdullah yang paling mirip. Putra Abdullah banyak, tapi Salim yang paling mirip.
Sulaiman ibn Abdul Malik pernah meminta nasihatnya di Multazam, lalu Sang Khalifah memintanya mengajukan keperluannya.
"Aku malu meminta pada selain Allah di kala sedang berada di rumah-Nya," ujarnya.
Lalu mereka pun keluar dari Masjidil Haram dan Sulaiman mengulangi tawarannya.
"Hajat dunia atau hajat akhirat yang Anda sanggup penuhi ya Amiral Mukminin?"
"Tentu hajat dunia."
"Hhh", desah Salim sambil menggeleng prihatin, "Pada Allah Yang Mempunyai dunia ini pun aku tak meminta hajat dunia, bagaimana aku meminta pada yang tak memilikinya?"
Salim hidup dalam kemuliaan, membela orang-orang lemah di hadapan penguasa zalim seperti Al Hajjaj ibn Yusuf Ats Tsaqafi.
Salah satu murid kesayangan yang sekaligus keponakannya, Umar ibn Abdil Aziz kelak menjadi penanda kembalinya cemerlang zaman walau singkat.
Jumlah pengantar jenazah Salim ketika wafat di Madinah, telah membuat Khalifah Hisyam ibn 'Abdil Malik cemburu.
Salim terakhir dalam senarai kisah ini lahir 7 setengah abad kemudian. Dia putra Bayazid, cucu Muhammad al Fatih. Berlawanan dengan banyak anggapan keliru selama ini, dialah Khalifah pertama Daulah 'Utsmaniyah, sementara kakeknya hanyalah seorang Sultan-Ghazi dari Khalifah Abbasiyyah akhir yang ditakhtakan di Mesir di bawah lindungan Sultan-sultan Mamluk.
Maka ketika dia berpaling dari jihad di medan Eropa ke Timur, Salim I memancang perlindungan bagi kaum Muslimin dengan menduduki Tabriz dan Armenia.
Rongrongan Daulah Shafawiyah yang Syiah, yang bersekutu dengan Portugis, dipapas di Teluk Persia dan Laut Arab. Disempurnakannya kekuasaan dengan melayani Makkah dan Madinah, lalu merebut seluruh Syam, Mesir, dan Afrika Utara dari Mamluk.
Khalifah terakhir Abbasiyyah dihadirkan ke Istanbul dari Kairo beserta seluruh pusaka peninggalan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang disandangnya dari sorban, jubah, pedang, terompah, hingga gigi, dan rambut.
Semua diserahkan kepadanya dan Salim pun dilantik sebagai Malikul Barrain wa Khaqanul Bahrain wa Khadimul Haramain Qaishar-i Rumi, Khalifatullah wa Zhillhuhu fil Ardhi (Raja Dua Benua, Khan Agung Dua Samudera, Pelayan Dua Tanah Suci, Kaisar Romawi, Khalifah Allah, dan Bayangan-Nya di Bumi.
Selama pemerintahannya, Salim memperluas wilayah Utsmani dari 2,5 juta menjadi 6,5 juta kilometer persegi. Putranya, Sulaiman al Qanuni, kelak akan menjadi penanda puncak kejayaan Daulah Utsmaniyah.
(Hantoro)