DALAM menjalani kehidupan, tentu manusia memiliki hak dan kewajiban yang wajib dipenuhi. Intinya, untuk dapat menikmati haknya, maka ia terlebih dahulu harus melakukan kewajiban melalui upaya dan kerja keras yang maksimal.
Sebagai muslim, kita tak melulu diharuskan untuk memperdalam masalah agama saja, namun juga harus diseimbangkan dengan keahlian di dunia.
“Allah tuh cinta sama seorang mukmin yang punya keahlian, jangan sampai kita enggak punya keahlian,” ucap Pimpinan Majelis Warotsatul Musthofa, Habib Muhammad Al-Bagir bin Yahya, dikutip dari channel YouTube Muezza Net, Jumat (7/8/2020).
“Banyak orang-orang sholeh yang punya keahlian sendiri, enggak cuma dakwah,” imbuhnya.
Habib Muhammad kemudian menceritakan sejarah masuknya Islam ke Nusantara. Di mana dahulu Islam kebanyakan dibawa oleh para ulama dari jazirah Arab yang mayoritas berprofesi sebagai pedagang. Tujuan utamanya adalah memperluas jaringan perniagaan seraya menyebarluaskan risalah baginda Rasulullah, yakni agama Islam.
“Orang Arab dulu datang ke Indonesia bukan cuma untuk berdakwah, enggak. Mereka berdagang. Berdagang itu keahlian,” tuturnya.
Diceritakan pula terdapat seorang habib di Afrika yang memiliki keinginan untuk berdakwah namun kebingungan untuk menemukan cara yang tepat. Melalui keahliannya, ia kemudian membuka toko sembako dan berdagang sambil berbagi.
Baca juga: Gempa, Teguran Sekaligus Bukti Kasih Sayang Allah Ta'ala
Jika seorang pembeli membeli beras seliter, ia senantiasa menambahi takarannya. Begitu pula jika para pembeli membeli barang lain. Hal ini yang kemudian memunculkan pertanyaan di benak pembeli mengapa habib pemilik toko itu begitu dermawan.
Lalu ia menjawab bahwa sikapnya tersebut menerapkan ajaran Islam untuk berbuat kebaikan. Dari sinilah tujuannya untuk menyiarkan agama Islam dapat terwujud karena berhasil menyentuh jiwa orang-orang Afrika itu.
Lebih lanjut, untuk mencapai sebuah keberhasilan, seperti diwujudkan dalam bentuk limpahan harta yang banyak, tentu perlu melibatkan sebuah kerja keras di baliknya. Tak ada ceritanya seseorang bisa sukses hanya dengan bersantai-santai tanpa melakukan ikhtiar apapun untuk mewujudkannya.
Terlebih jika sampai membanding-bandingkan kesuksesan seseorang dengan kita, di mana tak ada jaminan bahwa kita akan meraih keberhasilan yang sama seperti orang tersebut meski menempuh cara yang sama.
“Kita terkadang enggak mau cari keahlian, Nabi Adam saja diajarkan keahlian sama Allah, sampai usia 1.000 (tahun). Biar apa? Biar punya keahlian sampai menurun pada anak cucunya. Hidup jangan terlalu santai,” kata pendakwah ini.
Intinya, Islam tidak mengajarkan pemeluknya hanya semata-mata mengejar kesenangan dunia, namun lebih kepada ikhtiar yang maksimal untuk menggapai kesuksesan. Selanjutnya keberhasilan akan diperoleh setimpal dengan jeripayah yang sudah dilakukan.
Dengan bekerja keras, kita akan mampu meraup keuntungan dan mencapai kesuksesan, yang nantinya dapat dimanfaatkan kembali untuk membantu orang lain, atau memberangkatkan haji atau umrah untuk keluarga seperti orangtua, kerabat, bahkan untuk diri sendiri.
“Jangan lupakan bagian kita di dunia, tentu dengan usaha, bukan dengan santai. Kenapa banyak dari kita yang kalah sukses? Karena enggak mau usaha,” pungkasnya.
(Rizka Diputra)