MAKKAH - Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar mewanti-wanti adanya potensi swastanisasi pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi. Hal ini setelah adanya biaya kenaikan Masyair sehingga Indonesia harus merogoh kocek dana segar Rp1,5 triliun.
"Jadi gini ada 2, pertama kita akan menemukan pola kerja baru pemerintah Saudi, mereka sedang mengubah cara manajemen dan cara kerja bukan hanya haji tapi pemerintahan juga, ini yang harus diantisipasi Undang-Undang," kata Muhaimin usai rapat koordinasi dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Makkah, Selasa (5/7/2022).
Untuk itu, Muhaimin meminta pemerintah dan seluruh pihak termasuk DPR memperkuat kemampuan adaptasi perkembangan di Arab Saudi, termasuk kebijakan kenaikan biaya Masyair yang bisa dikatakan mendadak.
Apalagi saat ini, sistem pelaksanaan haji-umrah dari muassasah ke syarikah cenderung akan memperluas swastanisasi di dalam proses perjalanan ibadah haji.
"Kita juga harus protes juga kalau ada hal-hal yang kemudian di Kemenlu harus protes, Kemenag juga harus melakukan bantuan diplomasi sesuai bidang tugasnya karena pendadakan-pendadakan ini cenderung swastanisasi," katanya.
Apa dampak dari potensi swastanisasi haji? Menurut Muhaimin, posisi jamaah haji akan paling lemah.
"Ini yang kita tidak ingin membuat bargaining position jamaah lemah. Swastanisasi ini memang cenderurung kontrol efisiensi tinggi tapi akan melemahkan bargaining-nya," ujar Muhaimin.
Dampak lain dari swastanisasi haji yang perlu diantisipasi adalah potensi kenaikan biaya Masyair setiap tahunnya. Hal ini tentu membuat dana keuangan haji yang dikelola BPKH bisa terganggu. Selain itu, potensi kenaikan biaya haji bisa saja terjadi.
"Maka siklus dana keuangan haji kita akan kacau dan ke depan jadi enggak bisa subsidi sampai 50% seperti sekarang. Sekarang ini luar biasa, kita bisa memurahkan haji sampai 51%, kemurahannya luar biasa dengan sistem siklus penganggaran dari dana haji sendiri," katanya.
"Ke depan kalau terjadi pendadakan pembayaran tambahan biaya ini bahaya sekali, jadi naik. Terbebani jamaah kita," sambungnya.
Di sisi lain, Muhaimin juga mengatakan bahwa undang-undang tentang pelaksanaan haji yang memerintahkan pemerintah menjadi pelaksana haji masih sangat relevan dan efektif.
“Beberapa kali ada isu swastanisasi. Kita bersyukur pelaksanaan kita semakin baik. Jamaah dapat subsidi yang bagus dari seluruh sistem yang ada. Ini bukti UU kita masih sangat relevan sembari mengantisipasi perubahan cara kerja Arab Saudi yang terus berubah,” tukasnya.
(Khafid Mardiyansyah)