DZULQADAH merupakan bulan ke-11 dalam kalender hijriah. Letaknya setelah bulan Syawal dan sebelum Dzulhijjah (Idul Adha), karena itu Dzulqadah oleh masyarakat Jawa sering disebut bulan Apit atau Hapit.
Dihimpun dari laman Majelis Ulama Indonesia (MUI), dijelaskan bahwa dari segi kebahasaan, Dzulqadah berasal dari bahasa Arab dan terbentuk dari gabungan dua kata. Pertama kata Dzu yang biasa diartikan Memiliki; dan kedua, Qa'dah seperti dikutip dari Al-Mu'jam al-Wasith kata tersebut berarti Tempat yang Diduduki. (Al-Mu'jam 2/748)
Apabila diterjemahkan apa adanya ke dalam bahasa Indonesia, arti kata Dzulqa'dah adalah Bulan Duduk-Duduk. Sekilas penamaan ini akan tampak aneh dan tidak biasa, akan tetapi jika ditelusuri, penamaan bulan Dzulqa'dah ternyata memiliki alasan yang cukup dalam.
Terkait alasan penamaannya, Al Biruni dalam salah satu karyanya Al-Atsar al-Baqiyah 'anil Qurun al-Khaliyah menerangkan bahwa pada bulan Dzulqa'dah, orang Arab bahkan sebelum Islam datang, lebih banyak berdiam diri di rumah. Selain itu pada bulan Dzulqa'dah, orang Arab lebih memilih duduk menahan diri dari peperangan. (Al-Atsar al-Baqiyah, 69, 416)
Pakar linguistik Ibnu Mandzur, salah satu ulama ahli bahasa Arab paling otoritatif di dunia Islam, juga menjelaskan sebab penamaan Dzulqa'dah. Alasannya orang Arab pada bulan ini memilih duduk-duduk bersantai di rumah mereka alih-alih perang dan mencari kehidupan atau perlindungan. (Lisanul Arab, 3/357)
Terlebih lagi Dzulqa'dah merupakan bulan persiapan menuju puncak ibadah haji. Tidak heran jika orang Arab menyepakati perdamaian di bulan ini karena memang bulan ini termasuk empat bulan yang disepakati oleh orang Arab sebagai bulan haram (suci) bersama bulan Muharram, Rajab, dan Dzulhijjah.
Pada bulan Dzulqadah, pertumpahan darah tidak diperbolehkan. Alquran mempertegas status bulan-bulan haram ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala:
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ….
"Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah 12 bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada 4 bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang 4) itu." (QS At-Taubah (9): 36)
Fakhruddin Ar-Razy dalam tafsirnya Mafatih al-Ghaib mengungkap makna kata haram. Menurut dia, penamaan tersebut disebabkan segala macam maksiat akan berlipat ganda dosanya. Sebaliknya, segala macam amal baik akan dilipatgandakan pahalanya. Alasan terakhir, orang Arab sangat mengagungkan bulan-bulan tersebut. (Mafatih al-Ghaib 16/41)
Melihat uraian tersebut, penamaan bulan Dzulqadah cukup unik karena lekat dengan tradisi orang Arab, bahkan jauh sebelum Islam hadir. Mereka duduk bersantai, berdamai, lebih menikmati hidup karena jauh dari konflik dan peperangan yang setiap saat menghantui.
Kiranya bagi masyarakat Indonesia setiap bulan adalah Dzulqadah, karena kultur negara ini identik dengan perdamaian, bahkan tradisi negara ini bukan hanya duduk dan santai, justru Indonesia adalah tempat terenak untuk rebahan.
Allahu a'lam.
(Hantoro)