JAKARTA - Dua ayat terakhir Surat At-Taubah (ayat 128 dan 129) dalam Alquran menunjukkan pentingnya menjaga keimanan kepada Allah SWT.
At-Taubah merupakan surat ke-9 dalam Alquran yang termasuk golongan Madaniyah dan dikenal sebagai satu-satunya surat yang tidak diawali dengan basmalah.
Namun, dua ayat penutupnya dianggap istimewa karena menyampaikan karakter kasih Rasulullah terhadap umatnya dan seruan penuh ketegasan tentang pentingnya bertawakal.
لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Laqad jā'akum rasūlum min anfusikum 'azīzun 'alaihi mā 'anittum ḥarīṣun 'alaikum bil-mu'minīna ra'ūfur raḥīm(un).
Artinya: "Sungguh, benar-benar telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, dan (bersikap) penyantun dan penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah: 128).
Ayat ini menggambarkan betapa besarnya kasih sayang Nabi Muhammad SAW terhadap umatnya. Menurut tafsir dari Kementerian Agama (Kemenag) RI, ayat ini menunjukkan bahwa Nabi sangat peduli dan tidak pernah membiarkan umatnya dalam kesusahan tanpa nasihat atau petunjuk.
فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۗ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ ࣖ
Fa in tawallau faqul ḥasbiyallāhu lā ilāha illā huw(a), 'alaihi tawakkaltu wa huwa rabbul-'arsyil-'aẓīm(i).
Artinya: "Jika mereka berpaling (dari keimanan), katakanlah (Nabi Muhammad), "Cukuplah Allah bagiku. Tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan pemilik 'Arasy (singgasana) yang agung." (QS. At-Taubah: 129)
Ayat ini menjadi puncak dari ajaran tawakal. Ketika usaha dan dakwah tidak diterima oleh sebagian orang, Nabi diperintahkan untuk menyerahkan semuanya kepada Allah.
Melansir laman NU, Minggu (10/08/2025), berikut tafsir surat At-Taubah ayat 128-129) :
Ayat sebelumnya menegaskan hati orang-orang munafik telah dipalingkan dari petunjuk karena mereka enggan menerima kebenaran, bahkan ketika kebenaran itu disampaikan Nabi Muhammad sendiri—seorang utusan yang penuh kasih dan kelembutan.
Allah bersumpah demi keagungan-Nya bahwa telah datang kepada kalian seorang rasul mulia yang berasal dari kalangan kalian sendiri, sehingga kalian tidak merasa asing terhadapnya. Ia sangat merasakan penderitaan yang kalian alami, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Nabi sangat menginginkan segala bentuk kebaikan, keselamatan, dan kebahagiaan untuk kalian semua, tanpa membedakan antara yang beriman dan yang ingkar.
Terhadap orang-orang yang beriman, Nabi menunjukkan sifat penuh kasih sayang dan kelembutan, memberikan kebaikan dengan tulus, bahkan lebih dari sekadar yang dibutuhkan.
Apabila mereka tetap menolak untuk beriman dan enggan menerima ajaran yang engkau bawa, wahai Nabi Muhammad, maka sampaikanlah kepada mereka,
“Cukuplah Allah bagiku, Dia yang akan membela dan melindungiku; tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, yakni berserah diri setelah berusaha sekuat tenagaku, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki, mencipta, dan mengatur ‘Arsy singgasana yang agung.”
Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)