Walimatus Safar, Tradisi Minta Doa Jamaah Haji Khas Indonesia

Muhammad Sukardi, Jurnalis
Kamis 20 Juli 2017 18:55 WIB
Share :

KELUARGA Anda ada yang ingin pergi haji? Dapat kabar untuk menghadiri acara mendoakan dia? Jangan heran! Begitulah budaya di Indonesia.

Dalam tradisi Islam di Indonesia, kegiatan tersebut biasa dikenal dengan Walimatus Safar atau istilah sederhananya selamatan untuk mendoakan calon haji. Selain selamat, mendoakan juga agar sesampainya kembali di tanah air, bisa menjadi haji yang mabrur. Dalam acara tersebut, biasanya terdapat doa bersama, sedikit ceramah, dan diakhiri dengan makan bersama.

Tapi, apakah Walimatus Safar merupakan sunah Rasul? Jawabannya Nabi SAW tidak pernah melaksanakan walimatus safar! Lalu, apa boleh dilakukan? Sangat boleh! Seperti yang dikatakan Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud. Menurut dia, Walimatus Safar adalah salah satu khasanah budaya Indonesia yang baik dan sesuai dengan ajaran agama Islam.

"Jadi, sangat diperbolehkan untuk dilakukan. Walau budaya khas Indonesia, tapi jika melirik pada kegiatannya, semuanya sesuai ajaran agam Islam. Runtutan acara penuh dengan pahala kebaikan," terangnya kepada Okezone.

Marsudi melanjutkan, Walimatus Safar adalah kegiatan mendoakan kepergian sanak keluarga ke tanah suci. Dalam kegiatan tersebut, terdapat 4 kebaikan pahala yang akan diraih bagi siapa pun yang melakukannya, yaitu:

1. Walimatus Safar adalah kegiatan mendoakan seseorang. Dalam Islam, hal tersebut tentulah baik. Sebab, saling mendoakan adalah sunah yang baik bila dilakukan.

2. Dengan mengadakan acara tersebut, si tuan rumah berusaha untuk mengumpulkan keluarga. Selain itu, tidak hanya bertemu, tetapi juga berusaha untuk mencerahkan sanak saudara dengan ceramah yang terselip di acara tersebut. Unsur dakwah di Walimatus Safar adalah kebaikan.

3. Unsur silaturohim. Ya, dengan berkumpul bersama dalam satu tempat, berarti Anda telah berupaya menciptakan silaturhami yang baik. Silaturahmi juga bisa menjadi ladang rezeki. Kemudian, dengan silaturhami, secara tidak langsung Anda telah membangun kerukunan berbangsa. Sehingga, ada upaya untuk terus merekatkan bangsa.

4. Dalam budaya itu juga terdapat unsur sedekah. Makan bersama adalah contoh konkritnya. Nah, sedekah pun bentuk pahala kebaikan yang sangat disukai Allah SWT.

Marsudi menambahkan, dari keempat kebaikan itu, yang nilainya paling tinggi adalah menciptakan silaturahmi. Makanya, menggelar Walimatus Safar diperbolehkan oleh agama. Sebab, efek yang ditimbulkan bisa berdampak besar juga.

Apalagi misalnya di lingkungan rumah Anda sedang terjadi perpecahan. Dengan berkumpul lagi dalam satu tempat, pastinya akan tercipta perdamaian kembali. Membuat suasana lingkungan menjadi baik kembali adalah bentuk pahala yang sangat besar. 

Walimatus Safar, sambung Masrudi diciptakan pendahulu sebagai bentuk pemersatu bangsa. Dari itu juga, terselip kebaikan sesuai ajaran agama Islam yang bila dilakukan akan sangat baik. "Siapa saja yang berbuat baik dia dapat pahala. Dan orang-orang setelahnya pun akan mendapatkan kebaikan," tandasnya.

Sementara itu, Menurut Sosiolog Universitas Gadjah Mada Sunyoto Usman, tradisi tersebut diketahui sudah ada sejak dahulu kala. Di saat masyarakat Indonesia pergi haji dengan transportasi kapal laut.

Dari itu juga lah budaya ini terbentuk. Sebab, dengan waktu tempuh yang lumayan lama, calon haji berharap adanya keselamatan baik mulai dari tanah air sampai kembali tanah air. "Makanya, minta doa dilakukan sebelum keberangkatan haji," katanya pada Okezone melalui pesan singkat.

Karena waktu tempuh sampai berbulan-bulan, biasanya di tengah perjalanan para calon haji mengaji bersama dengan syeh dari Arab Saudi. Terkait dengan adanya Walimatus Safar, kata Sunyoto, dulu calon haji menyelenggarakan kegiatan tersebut sebatas permintaan doa. Namun, sekarang sepertinya dilembagakan menjadi tradisi.

"Biasanya, kalau sudah jadi tradisi, kegiatan tersebut akan menjadi mores atau aturan kebiasaan yang ada reward sosialnya," tambahnya. Kemudian, biasanya hal tersebut dilakukan secara kolektif seperti adat.

Mores tersebut memiliki kekuatan “memaksa” orang untuk melaksanakan. Jadi, seperti mau tak mau harus diikuti karena sudah menjadi bagian dari kebiasaan. "Mereka yang akhirnya memilih untuk tidak menjalankan, khawatir akan dianggap kurang taat pada adat," pungkasnya.

(Muhammad Saifullah )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya