JAKARTA – Bencana alam yang melanda Indonesia kerap menimbulkan kerusakan dan kerugian material bagi para korbannya. Para korban di daerah bencana membutuhkan reaksi cepat dan bantuan yang disalurkan secara tepat.
Karena itulah setiap kali bencana alam melanda, muncul pertanyaan di kalangan umat Muslim mengenai apakah boleh menggunakan dana zakat untuk membantu korban bencana. Pertanyaan ini penting untuk dijawab guna memastikan bahwa dana zakat yang disalurkan sesuai dengan hukum syariat dan tepat sasaran.
Dalam Islam, hanya delapan golongan tertentu yang berhak menerima zakat, yaitu: fakir, miskin, amil zakat, muallaf, riqab (hamba sahaya), gharim (orang yang berutang), fisabilillah (pejuang agama), dan ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal).
Sebagaimana ditetapkan Allah SWT dalam Al-Quran Surah At-Taubah ayat 60:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّ...َكِيمٌ
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk musafir, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (Surah At-Taubah ayat 60)
Meskipun korban bencana tidak secara spesifik disebutkan dalam Al-Quran sebagai penerima zakat, mereka dapat dimasukkan ke dalam kategori yang sudah ada. Menurut jumhur (mayoritas) ulama, hal ini dilakukan melalui metode qiyas (analogi).