Hadits dengan maksud serupa juga diriwayatkan oleh Ummu Salamah sebagai berikut:
أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَرَأَ فِي الصَّلَاةِ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، وَعَدَّهَا آيَةً، وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ اثْنَيْنِ
Artinya: “Sesungguhnya Nabi membaca ‘bismillahirrahmanirrahim’, dan menganggapnya sebagai satu ayat, dan ‘alhamdu lillahi rabbil ‘alamin’ sebagai yang kedua.” (HR. Abu Dawud)
Kalangan mazhab Maliki, sebagaimana disebutkan Ibnu Rusyd, salah satunya merujuk hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik dan Ibnu Abdullah bin Mughaffal, bahwa Nabi dan beberapa sahabat tidak membaca basmalah Surat al-Fatihah saat shalat.
…وَقَدْ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَعَ أَبِي بَكْرٍ، وَمَعَ عُمَرَ، وَمَعَ عُثْمَانَ، فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقُولُهَا، فَلاَ تَقُلْهَا، إِذَا أَنْتَ صَلَّيْتَ فَقُلْ: "الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ".
Artinya: "… Aku pernah shalat bersama Nabi, Abu Bakar, Umar dan Utsman, namun aku belum pernah mendengar mereka membacanya (basmalah). Maka jangan ucapkan itu, dan jika melaksanakan shalat maka baca, ‘alhamdulillahirabbil ‘alamin’ (maksudnya Surat al-Fatihah, tanpa basmalah).” (HR. Tirmidzi).
Diskusi basmalah ini tentu terdengar rumit untuk orang awam atau kalangan yang tidak mengkaji hal tersebut. Oleh karenanya, masyarakat diminta untuk menyesuaikan diri dengan ajaran yang diamalkan sehari-hari.
(Renny Sundayani)