SETIAP manusia pasti akan melalui masa baligh atau fase saat tubuh berkembang menjadi remaja. Dalam ilmu fiqih baligh dimaknai sebagai sebuah masa di mana seseorang telah dibebani dengan beberapa hukum syara'.
Berawal dari tuntutan hukum itulah orang tersebut dinamakan mukallaf. Mengutip situs resmi Nahdlatu' Ulama, disebutkan bahwa tidak semua baligh bisa dikatakan mukallaf, karena ada beberapa baligh yang tidak dapat dibebani hukum syara’ seperti orang gila.
Oleh karena itu kemudian muncul istilah aqil baligh yaitu, orang yang telah mencapai kondisi baligh dan berakal sehat (mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang salah).
Para ulama fikih sepakat bahwa aqil baligh menjadi syarat dalam ibadah dan muamalah. Dalam ibadah, berakal menjadi syarat wajib salat, puasa, dan sebagainya. Dalam muamalah, terutama masalah pidana dan perdata.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang aqil baligh, Okezone telah merangkum tanda-tanda seorang anak dikatakan baligh. Berikut ulasan lengkapnya, Rabu (24/7/2019).
Pertama, seorang anak laki-laki maupun perempuan bisa dikatakan aqil baligh jika telah berumur sembilan tahun dan pernah mengalami mimpi basah (mimpi bersetubuh hingga keluar sperma).
Artinya, jika seorang anak (laki maupun perempuan) pernah mengalami mimpi basah tetapi belum berumur sembilan tahun, maka belum dapat dikata sebagai baligh. Namun jika mimpi itu terjadi setelah umur sembilan tahun, maka sudah bisa dianggap baligh.
Yaitu keluarnya mani dari kemaluan, baik dalam kondisi tidur atau dalam kondisi terjaga (tidak tidur). Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
“Dan apabila anak-anakmu telah ihtilaam, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin.” (QS. An-Nuur [24]: 59)
Dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الغُسْلُ يَوْمَ الجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ
“Mandi hari Jum’at itu wajib bagi setiap orang yang telah mengalami ihtilaam.” (HR. Bukhari no. 858 dan Muslim no. 846)