Hadirin dhuyfurrahmân yang dimuliakan Allah,
Setiap yang berhaji mendambakan ibadah haji yang dilaksanakannya mabrur, diterima oleh Allah, sebab seperti dinyatakan dalam hadis sahih:
"Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga," (HR Ahmad).
Bagiamana cara mendapatkan haji yang mabrur? Para ulama menjelaskan berbagai cara, antara lain:
1. Niat melaksanakannya karena Allah. Sebagaimana firman Allah:
"Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan Ibadaha ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana," (QS Ali lmran: 97).
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah," (QS Al Baqarah: 196).
Kedua ayat tersebut menegaskan, sebagai sebuah kewajiban, ibadah haji yang sempurna harus dilakukan hanya karena Allah Subhanahu wa ta'ala. Meski dalam berhaji diperkenankan melakukan aktivitas lain, seperti berdagang atau mencari manfaat dunia lainnya, tujuan utama berhaji adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari keridaan-Nya.
Rasulullah mengingatkan kita tentang fenomena "haji akhir zaman". Dalam salah satu riwayat, Beliau memprediksi bahwa di masa mendatang bahwa dalam melaksanakan ibadah haji manusia terbagi dalam empat kelompok.
Akan datang suatu masa di mana orang-orang kaya dari kalangan umatku berhaji hanya untuk rekreasi/bersenang-senang, kalangan menangah berhaji untuk berdagang/berbisnis, para qari, termasuk ulama, berhaji untuk riya dan popularitas, dan orang-orang miskin untuk meminta-minta (HR Al Khatib dan Al Dailami).
Meski dipandang lemah sanadnya oleh beberapa ulama, tetapi makna kandungan hadis ini cukup baik untuk menjadi renungan, sekaligus peringatan agar niat berhaji karena Allah Subhanahu wa ta'ala, mengharap rahmat dan keridaan-Nya, bukan tujuan-tujuan duniawi semata.
2. Biaya haji bersumber dari yang halal. Sebagaimana sabda Rasulullah:
Apabila seseorang pergi berhaji dengan biaya yang bersumber dari yang baik, meletakkan kakinya dalam kendaraan, lalu membaca talbiah, seseorang akan memanggilnya dari arah langit, "Aku terima panggilanmu dan berbahagialah, bekalmu halal, kendaraanmu halal, dan hajimu mabrur, serta tidak berdosa. Bila ia melakukannya dengan biaya yang bersumber dari yang tidak baik, meletakkan kakinya di kendaraan, lalu berkata, 'labbayka', ada suara panggilan dari arah langit, 'la labbayka wala sa dayka' (Anda tertolak), bekalmu haram, biaya yang kamu gunakan haram, dan hajimu tidak mabrur," (HR Al Thabrani dari Abu Hurairah).
3. Melaksanakannya sesuai syariat Rasulullah
Melaksanakan ibadah haji adalah napak tilas perjalanan Nabi Ibrahim Alaisalam. Beliaulah yang pertama kali diperintahkan berhaji dengan tata cara (manasik) yang ditetapkan-Nya. Dalam perjalanannya, ibadah haji mengalami banyak penyimpangan. Sampai pada akhirnya Allah mengutus Nabi Muhammad:
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah," (QS Al Baqarah: 196).
Guna meluruskan dan menyempurnakan kembali ibadah haji. Oleh karena itu, dalam berhaji kita harus mencontoh cara haji Rasulullah dan para sahabatnya serta amalan Al Salaf al Shâlih yang mengikuti ajarannya. Rasulullah berpesan:
"Ambillah tata cara pelaksanaan ibadah haji (manasik) dariku."
Demikian beberapa hal yang perlu diperhatikan agar haji yang kita laksanakan menjadi mabrur. Tidak seorang pun tahu secara pasti, apakah mabrur atau tidak hajinya. Itu prerogatif Allah. Kita hanya bisa mengenali kemabruran haji melalui tanda-tandanya.
Ketika ditanya tanda-tanda haji mabrur, Rasulullah menjawabnya dengan dua hal. (1) Memberi makan orang miskin, memberi makan fakir miskin adalah simbol kepedulian; dan (2) Menebar salam adalah simbol kedamaian.
Karena itu, bila ingin mendapat haji mabrur dengan balasan surga, maka wujudkan kepedulian sosial, dan tebarkan kedamaian di tengah masyarakat setelah kembali ke Tanah Air. Kita berharap sekembali ke Tanah Air, para jamaah haji dapat menjadi duta perdamaian dan kepedulian, yang akan melakukan perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik.