Bagaimana Hukum Jual Beli Kucing, Begini Penjelasannya

Vitrianda Hilba Siregar, Jurnalis
Jum'at 22 Januari 2021 11:14 WIB
Kucing-kucing hewan peliharaan. (Foto:Freepik)
Share :

Dari Abu Az-Zubair, ia bertanya kepada Jabir tentang upah jual beli anjing dan kucing. Jabir lantas menjawab,

زَجَرَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ذَلِكَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari upah jual beli tersebut.” (HR. Muslim, no. 1569)

Dikutip dari laman Rumasyo pada Jumat (22/1/2021) disebutkan keterangan para ulama tentang jual beli kucing

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Adapun larangan jual beli kucing dimaknakan untuk kucing yang tidak memiliki manfaat, atau dimaknakan pula larangannya adalah larangan tanzih (dihukumi makruh). Karena kucing sudah biasa diberi sebagai hadiah, dipinjamkan atau dalam rangka menolong orang lain diberi secara cuma-cuma. Inilah umumnya. Namun, jika kucing tersebut bermanfaat, jual belinya jadi sah dan hasil jual belinya pun halal.

Inilah pendapat dalam madzhab Syafii dan madzhab ulama lainnya. Sedangkan Ibnul Mundzir, juga pendapat dari Abu Hurairah, Thawus, Mujahid, dan Jabir bin Zaid menyatakan bahwa tidak boleh jual beli kucing. Alasan mereka adalah hadits di atas yang melarangnya. Sedangkan jumhur ulama (baca: mayoritas) berpendapat sebagaimana yang telah kami sebutkan dan inilah pendapat yang jadi pegangan.” (Syarh Shahih Muslim, 10: 213)

Tetap Merujuk pada Dalil

Pendapat lebih kuat dalam masalah ini, jual beli kucing tetap haram baik itu kucing hutan, kucing rumahan, kucing peliharaan, maupun kucing impor. Hal ini berdasarkan hadits yang disebutkan di atas. Walaupun tujuan menjual kucing hanya mengganti biaya pakan selama dipelihara atau yang dijual adalah kucing bersertifikat dengan dalih adopsi, tetap tidak dibolehkan.

Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan berkata, “Yang tepat adalah hadits yang melarang upah jual beli kucing itu sahih dan tidak ada yang menentangnya. Al-Baihaqi sampai-sampai mengatakan bahwa mengikuti tekstual hadits lebih utama. Seandainya Imam Syafii tahu akan hadits yang melarang ini tentu ia akan mengikuti teks hadits insya Allah.

Demikian disebutkan perkataan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Ash-Shaghir (2:278). Adapun jumhur ulama yang memaknakan keluar dari makna tekstual dan memalingkan dari makna sesungguhnya tanpa dalil, tentu mengamalkan yang sesuai teks hadits lebih utama. Wallahu Ta’ala a’lam.” (Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 6:42). 

(Vitrianda Hilba Siregar)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya