JENDERAL Soedirman dikenal sebagai kader Muhammdiyah serta santri atau jamaah yang cukup aktif dalam pengajian “malam selasa”, yakni pengajian yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah di Kauman berdekatan dengan Masjid Besar Yogyakarta.
DALAM buku "Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Soedirman" diceritakan, dia lahir dari keluarga petani kecil, di desa Bodaskarangjati, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, pada tanggal 24 Januari 1916.
Ayahnya seorang mandor tebu pada pabrik gula di Purwokerto. Sejak bayi Soedirman diangkat anak oleh asisten wedana (camat) di Rembang, R. Tjokrosunaryo.
Baca Juga: Siapakah Pemenang Sesungguhnya di Kehidupan Ini?
Ia memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa, sebuah sekolah yang terkenal berjiwa nasional yang tinggi.
Kemudian ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo tapi tidak sampai tamat. Sudirman muda yang terkenal disiplin dan giat di organisasi Pramuka Hizbul Wathan ini kemudian menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap.
Ia juga dikenal sebagai sosok yang rajin beribadah. Di museum Sasmitaloka Panglima Jenderal Besar Soedirman di Jalan Bintaran Wetan, Pakualaman, Yogyakarta terdapat sajadah digunakan untuk beribadah. Tempat sholat itu diletakkan tepat di samping tempat tidurnya yang ada di museum.
Mengawali karir militernya sebagai seorang dai muda yang giat berdakwah di era 1936-1942 di daerah Cilacap dan Banyumas. Hingga pada masa itu ia adalah dai masyhur yang dicintai masyarakat.
Baca Juga: 5 Ulama Sekaligus Pejuang Kemerdekaan Indonesia, Jalan Kaki 18 Hari Tarutung-Padang Panjang
Ia selalu menjaga kesuciannya dengan berwudhu. Saat wudhunya batal, ia akan berwudhu kembali. Bahkan, jika tidak dalam masuknya waktu sholat, ia tetap akan berwudhu.
Ia selalu menjaga menjaga wudhunya. Saat mendengar suara azan, ia pun langsung melaksanakan sholat. Saat memimpin perang gerilya, ia tidak pernah menunda untuk beribadah, termasuk dalam kondisi sakit.
Saat bergerilya, Soedirman pun memerintahkan kepada ajudannya untuk membawa kendi yang berisi air. Air itu dgunakan untuk berwudhu saat perang gerilya.
Ia juga berprinsip tidak pernah meninggalkan sholat. Jika tidak bisa berdiri, ia sholat dalam keadaan duduk. Jika tidak bisa duduk, sholat dilakukan dengan berbaring. Ia juga rajin berpuasa.
Baca Juga: Doa Memohon Perlindungan dari Beratnya Musibah, Kebinasaan dan Tertawanya Musuh
Sikap prihatinnya juga tampak ketika dia menghadapi masalah. Ia yang pada masa pendudukan Jepang menjadi anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Banyumas ini pernah mendirikan koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan.
Pendidikan militer diawalinya dengan mengikuti pendidikan tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Setelah selesai pendidikan, ia diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya.
Ketika itu, ia sering memprotes tindakan tentara Jepang yang berbuat sewenang-wenang dan bertindak kasar terhadap anak buahnya. Karena sikap tegasnya itu, suatu kali dirinya hampir saja dibunuh oleh tentara Jepang.