Sahabat yang Mulia Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata,
وَهُوَ الرَّجُلُ يَدْخُلُ عَلَى أَهْلِ الْبَيْتِ بَيْتَهُمْ، وَفِيهِمُ الْمَرْأَةُ الْحَسْنَاءُ، أَوْ تَمُرُّ بِهِ وَبِهِمُ الْمَرْأَةُ الْحَسْنَاءُ، فَإِذَا غَفَلُوا لَحَظَ إِلَيْهَا، فَإِذَا فَطِنُوا غَضّ، فَإِذَا غَفَلُوا لَحَظَ، فَإِذَا فَطِنُوا غَضَّ بَصَرَهُ عَنْهَا وَقَدِ اطَّلَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِهِ أَنَّهُ وَدّ أَنْ لَوِ اطَّلَعَ عَلَى فَرْجِهَا
“Pemilik mata yang khianat adalah seorang lelaki yang masuk ke rumah satu keluarga, dan diantara mereka terdapat wanita cantik, atau satu keluarga yang melewatinya bersama wanita cantik, maka apabila mereka lengah ia pun melihat kepada wanita tersebut, lalu apabila mereka memperhatikan, ia menundukkan pandangan dari wanita itu, apabila mereka lengah kembali ia melihat lagi, lalu apabila mereka memperhatikan, ia pun kembali menundukkan pandangan dari wanita itu, dan Allah telah melihat hatinya bahwa ia berkeinginan andai ia bisa melihat sampai kemaluan sang wanita.” [Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim, Tafsir Ibnu Katsir, 7/137]
Dan apabila seseorang sudah tidak malu lagi memandang kepada lawan jenis yang tidak halal baginya, tentu itu lebih buruk.
(Vitrianda Hilba Siregar)