Namun pendapat Abu Nawas tidak dihiraukan oleh hakim, karena ia cenderung memihak kepada pemilik warung.
"Aku minta kasus ini ditangguhkan sampai besok pagi, karena waktu sudah menjelang sore," pinta Abu Nawas.
Permintaan Abu Nawas dikabulkan hakim. Seharian Abu Nawas memikirkan cara agar bisa memenangkan kasusnya.
Esok harinya berangkatlah Abu Nawas menuju rumah hakim. Setibanya di sana ternyata si pemilik warung sudah datang lebih awal.
"Kenapa kau terlambat dan membuat mereka menunggu?" tanya hakim.
"Maaf tuan hakim, tadi ada tamu bisnis. Ia minta biji gandum untuk ditanam. Terpaksa aku harus merebusnya dahulu, dan setelah matang kuberikan kepadanya untuk ditanam. Itulah yang membuatku datang terlambat," ternag Abu Nawas.
Mendengar itu hakim dan pemilik warung menertawakan Abu Nawas. Lalu dengan nada mengejek, si pemilik warung berkata kepada Abu Nawas.
"Luar biasa, aku baru dengar ada biji gandum yang sudah direbus ditanam dan kemudian bisa tumbuh?" kata hakim dan pengacara tertawa terpingkal-pingkal.
Setelah tawa mereka mereda, Abu Nawas berkata, "Itu memang aneh, tapi kenapa kalian tidak tertawa ketika ada ayam yang sudah dimasak dapat bertelur dan berkembang biak lalu dipatok harga sebesar 200 dirham," kata Abu Nawas.
Spontan hakim dan pemilik warung terdiam. Tidak sepatah katapun keluar dari mulut mereka. "Kenapa kalian terdiam? Apa harus aku yang tertawa?" tutur Abu Nawas.
Wajah mereka berdua langsung pucat, dan setelah terdiam agak lama, Abu Nawas pun keluar. Akhirnya Abu Nawas lolos dari siasat licik pemilik warung. Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)