APAKAH orang yang sedang haid boleh memegang buku Yasin? Dalam Islam, wanita yang dalam masa nifas dilarang memegang mushaf Alquran. Sebab, haid atau nifas termasuk najis besar.
Terkait kondisi ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam ayat-ayat suci Alquran sebagai berikut:
{وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
"Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, 'Haid itu adalah suatu kotoran.' Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci." (QS Al Baqarah: 222)
Lalu bagaimana dengan memegang buku Yasin? Simak penjelasannya berikut ini.
Seperti telah disebutkan, perempuan yang sedang haid tidak diperbolehkan melakukan ibadah tertentu, salah satunya memegang mushaf Alquran yang di dalamnya terdapat Surat Yasin. Kendati begitu, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Dilansir laman Rumahfiqih, jumhur ulama yakni Madzhab Syafi'i, Hanafi, dan Hambali mengharamkan perempuan yang sedang haid membaca Alquran dengan menyentuh mushafnya. Namun, ada ulama yang membolehkannya seperti ulama kalangan Madzhab Maliki.
Terkait hal ini, terdapat dalil-dalil yang menjelaskannya:
Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
"Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan." (QS Al Waqi'ah: 79)
Begitu pula sabda Nabi Muhammad ‘alaihish sholaatu was salaam:
لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ
"Tidak boleh menyentuh Alquran kecuali engkau dalam keadaan suci." (HR Al Hakim dalam Al Mustadroknya, beliau mengatakan sanad hadits ini shahih)
Akan tetapi, apabila terdapat hajat, seperti belajar, mengajar, perlombaan, dan lain-lain serta tidak bermaksud membaca Alquran, maka hukumnya diperbolehkan.
Maka dapat disimpulkan bahwa dalam masalah hukum membaca Alquran atau Surat Yasin saat haid sebaiknya mengikuti pendapat jumhur ulama, sebab pendapatnya lebih kuat dibandingkan pendapat perorangan.
Wallahu a'lam bisshawab.
(RIN)
(Rani Hardjanti)