Aktivitas ini yang dilakukan hingga ejakulasi dapat membatalkan puasa lantaran kesamaan ejakulasi yang disebabkan mubasyarah. Keterangan ini dapat ditemukan pada Kitab Al-Majmu’ berikut ini:
وان استمنى فانزل بطل صومه لانه انزال عن مباشرة فهو كالانزال عن القبلة ولان الاستمناء كالمباشرة فيما دون الفرج من الاجنبية في الاثم والتعزير فكذلك في الافطار
Artinya, “Jika seseorang beronani lalu keluar mani atau sperma (ejakulasi) maka puasanya batal karena ejakulasi sebab kontak fisik (mubasyarah) laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan ejakulasi sebab ciuman. Onani memiliki konsekuensi yang sama dengan kontak fisik pada selain kemaluan antara laki-laki dan perempuan, yaitu soal dosa dan sanksi takzir. Demikian juga soal pembatalan puasa,” (Lihat Imam An-Nawawi, 2010 M: VI/284).
Sementara itu, menurut Mazhab Syafi’i dibedakan konsekuensi hukum atas inzal dari penyebabnya. Inzal atau ejakulasi yang disebabkan sentuhan fisik dapat membatalkan puasa.
Sementara inzal yang terjadi hanya semata pikiran jorok atau memandang dengan syahwat tidak membatalkan puasa.