NAMA dai muda Koh Dennis Lim sempat menuai sorotan lantaran masa lalunya yang kelam hingga akhirnya memutuskan tobat dan menjadi pendakwah. Dulu ia merupakan bandar judi kasino hingga akhirnya mendapat hidayah untuk bisa keluar dari dunia kelam yang menjeratnya.
Koh Dennis Lim pun buka-bukaan soal perjudian yang penuh kecurangan. Meski begitu, dia merasa sebenarnya dari sifat manusia itu sendirilah yang dapat menjerumuskan ke lingkaran hitam perjudian, yakni manusia seringkali memiliki perasaan percaya diri yang terlalu tinggi.
Ia mencontohkan dalam praktik perjudian yang sudah jelas-jelas akan ada yang kalah, tapi selalu yakin bahwa mereka yang bakal menang dan meraup keuntungan dengan cara tidak benar.
"Kalau jujur yang disampein, orang udah tahu itu busuk sih karena (sudah tahu) dari 10 orang yang main judi, 8 orang kalah, 2 orang menang. Tapi manusia itu punya sifat buruk: 'Kayaknya pasti aku sih 2 orang yang menang itu.' Gitu kan suka kepedean," ujar Koh Dennis Lim seperti dikutip dari kanal YouTube Kasisolusi.
Terlebih lagi ketika sudah telanjur terjerumus, maka akan tertanam pemikiran bahwa tidak masalah kalah terus karena hanya butuh satu kemenangan untuk mengembalikan kerugian dari banyaknya kekalahan yang dialami.
Akibatnya, mulailah menghalalkan segala cara, menjual apa pun yang dimiliki atau yang dimiliki orang-orang terdekatnya demi mengharapkan kemenangan yang fana, tidak akan pernah terjadi.
"Mindsetnya gini, 'Gue hanya perlu satu kali kemenangan untuk membalas kekalahan. Kalau gua taruhan sejuta terus kalah, gue tinggal taruhan dua juta dong, balik modal gue'," ungkap Koh Dennis Lim.
"Tapi masalahnya ketika akhir, makin lama makin besar (kekalahan). Ah udahlah jual aja nih yang ada, handphone teman, mas kawin istri, apa segala macam karena gua hanya butuh satu kali kemenangan untuk ngebalikin itu semua.' Tapi kalau udah nyampe di titik itu yang tidak akan pernah terjadi," imbuhnya.
Koh Dennis pun memberikan kesimpulan, muara dari kesesatan seorang penjudi adalah hidup yang selalu memikirkan dunia, terlalu cinta duniawi.
"Pada intinya mereka punya satu kebutuhan yang sama, yang kalau pengin jujur awalnya mah ya hubungannya sama dunia lah. Pasti itu selalu karena cinta sama dunia," sambungnya.
Terlebih lagi zaman saat ini seringkali menjadikan uang sebagai tolok ukur keberhasilan, uang adalah segalanya, uang yang paling utama, sehingga akan selalu menghalalkan segala cara, termasuk yang begitu menggiurkan adalah cara yang instan tanpa kerja keras.
"Yang diserang mereka menawarkan itu. Sekarang zaman apa-apa diukur pakai duit, seolah bisa membeli segala-galanya. Ditawarkanlah peluang bahwa lu bisa dapat itu semua dengan cepat, instan, tanpa kerja, tanpa berkeringat, tanpa capek-capek," bebernya.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)