INILAH kisah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam mendamaikan dua kabilah Yahudi yang lama berseteru. Bermula di Kota Yatsrib (kini Madinah), sebelum kedatangan Rasulullah dan para sahabat, merupakan daerah yang penuh konflik antarsuku, terutama dua suku besar kala itu yakni Suku 'Aus dan Suku Khazraj.
Dua suku tersebut tidak pernah akur dan berkonflik sepanjang tahun. Salah satu tujuan hijrah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam dan para sahabat ke Yatsrib adalah menyatukan seluruh masyarakat di sana.
"Sebelumnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam yang tersohor dengan kejujuran dan akhlak mulianya diminta oleh beberapa warga Yatsrib yang bosan dengan konflik untuk menyatukan dan memberi kedamaian," kisah Ustadz Fathoni Ahmad, dikutip dari nu.or.id, Senin (30/10/2023).
Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam pun diterima dengan baik oleh warga Yatsrib, terutama oleh para sahabat Anshar yang memang sudah mengikuti ajaran beliau. Nabi dan sahabat-sahabat tidak memaksakan agama Islam kepada penduduk Madinah yang memang dari awal sudah dikenal majemuk (beragam), ada kaum Muslim, Nasrani, dan Yahudi.
Ustadz Fathoni mengungkapkan, Muhammad Husain Haekal dalam buku Sejarah Hidup Muhammad (1980: 220) menjelaskan sebelum memulai langkah untuk menyatukan masyarakat Madinah, tentu Nabi Muhammad terlebih dahulu menyatukan umat Islam, yaitu kaum Muhajirin dan Anshar.
Sebab di tengah upaya tersebut, ada beberapa kaum munafik yang berupaya menimbulkan konflik antara kaum Muhajirin dan Anshar serta menjerumuskan kaum Muslimin ke peperangan antara Suku 'Aus dan Khazraj.
Upaya kaum munafik tersebut berhasil dibaca oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam, sehingga kaum Muslimin tidak terjebak dan terjerumus dari upaya-upaya jahat itu. Kemudian Nabi Muhammad merangkul seluruh kaum dan mengikatnya dalam sebuah konsensus negeri Madinah, yakni Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah).
Ustadz Fathoni melanjutkan, diceritakan oleh Husain Haekal, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam melaksanakan kebijakan politik tingkat tinggi dengan mewujudkan "Persatuan Yatsrib".
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam juga meletakkan dasar kenegaraan dalam Piagam Madinah itu dengan mengadakan persetujuan dengan pihak Yahudi atas landasan musyawarah dan persekutuan yang erat.
Kaum Yahudi menyambut baik Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam atas tujuannya menyatukan masyarakat Yatsrib. Rasulullah bermusyawarah dengan para kepala suku Yahudi yang selama ini lekat dengan konflik, baik dari Suku Quraiza, Suku Nadhir, maupun Suku Qainuqa. Begitu juga dengan kaum Nasrani.
Semua pembesar suku didekatkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam. Dasar beliau sederhana, karena mereka ahli kitab dan kaum monoteis.
Lebih dari itu bahwa ketika kaum Muslimin berpuasa, mereka juga ikut berpuasa karena ajaran umat-umat terdahulu. Bedanya, umat Islam telah disyariatkan dengan jelas oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam.
Dari sisi kiblat, pada waktu itu kiblat dalam sholat masih ke arah Baitul Maqdis, titik perhatian mereka, tempat terkumpulnya keluarga Israil. Dijelaskan oleh Husain Haekal, persahabatannya dengan pihak Yahudi dan persahabatan pihak Yahudi dengan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam makin hari makin erat.
"Kewibawaan Nabi Muhammad begitu jelas terlihat di depan masyarakat Madinah karena penuh dengan akhlak mulia, sangat rendah hati, sarat dengan kasih sayang, selalu memenuhi janji, sifatnya yang pemurah, selalu terbuka dengan fakir miskin, dan selalu hadir bagi orang yang hidup menderita," cerita Ustadz Fathoni.
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam berhasil menyatukan masyarakat Madinah dengan ikatan perjanjian persahabatan dan persekutuan serta menetapkan kebebasan beragama. Namun, Nabi Muhammad sesuai musyawarah juga menetapkan hukuman bagi siapa saja, dari kaum mana pun, dan dari suku apa pun yang melanggar kesepakatan dalam Piagam Madinah.
Jelasnya, sebelum Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam hijrah ke Madinah, di sana terdapat dua kabilah besar yang saling bertikai ratusan tahun lamanya.
Dua kabilah besar di Yatsrib tersebut adalah Kabilah Aus dengan sekutu Yahudi Bani Quraiza dan Kabilah Khazraj dengan sekutu Yahudi Bani Nadhir.
Tercatat sekira 120 tahun dua kabilah tersebut bertikai. Kendati demikian, kedua kabilah tersebut sebenarnya merindukan perdamaian, tetapi tidak menemukan sosok yang menyatukan mereka.
Akibat perseteruan dua kelompok suku di Yatsrib itu, setidaknya telah terjadi empat perang besar, yakni Perang Sumir, Perang Ka'b, Perang Hathib, dan Perang Bu'ats.
Ratusan korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Oleh sebab itu, sejak dua tahun sebelum hijrah (620 Masehi), Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam sering dihubungi oleh beberapa tokoh dari Yatsrib, baik asal Kabilah Aus dan Khazraj.
Meski memiliki banyak musuh di Makkah, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam tetap terkenal atas reputasinya sebagai Al Amin, orang yang jujur dan terpercaya, serta pernah menyelesaikan perselisihan terkait peletakan Hajar Aswad saat pemugaran Kakbah.
Para pemuka kabilah di Yatsrib menyadari bahwa keadaan sosial politik di kota itu mengalami krisis sehingga membutuhkan seorang hakam atau arbitrator yang mampu menyelesaikan sengketa dua suku besar.
"Dan, mereka lantas sepakat bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam adalah sosok yang layak dan kapabel untuk menjadi sang arbitrator guna menyelesaikan konflik tersebut," papar Ustadz Fathoni.
Di saat bersamaan, perjuangan dakwah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam di Makkah juga mengalami jalan buntu. Maka itu, beliau mengajak kaum Muslim di Makkah, yang masih berjumlah sedikit untuk hijrah menuju Yatsrib, setelah mendapatkan perintah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Tentu dengan harapan, dakwah Islam disambut lebih baik oleh warga Kota Yatsrib. Lantas pada 622 Masehi atau tahun pertama hijriah, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam membuat perjanjian dengan berbagai kalangan yang terdiri dari beragam suku, ras, dan agama di Yatsrib yang dikenal dengan sebutan Piagam Madinah.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)