ABU Nawas dan rakyat di negerinya dihebohkan adanya tabib baru yang mengaku sakti. Dia sesumbar bisa mengobati penyakit apa saja, alhasil rumahnya didatangi ratusan pasien. Padahal, tabib tersebut hanyalah seorang penipu. Ia menggunakan keahlian sulapnya untuk menipu warga.
Hal inilah yang membuat warga makin percaya pada kesaktian palsu sang tabib palsu. Ada juga pasien yang tidak kunjung sembuh. Namun karena rayuan manis sang tabib palsu, ia selalu menuruti perkataannya agar kembali berobat.
Sampai pada suatu ketika Abu Nawas jatuh sakit yang tidak kunjung sembuh. Atas saran sang istri, Abu Nawas disuruh berobat ke tabib tersebut.
Kala itu Abu Nawas belum tahu kalau tabib tersebut adalah seorang penipu. Ia pun menuruti saran istrinya. Namun, sudah tiga kali berobat sakit Abu Nawas tidak kunjung sembuh.
Padahal, sekali berobat bayarnya 100 dinar dan Abu Nawas sudah menghabiskan 300 dinar tanpa ada sedikit pun tanda-tanda kesembuhan pada dirinya. Akibatnya, Abu Nawas mulai curiga jangan-jangan tabib itu seorang penipu.
Seiring berjalannya waktu, Abu Nawas pun sudah sehat seperti sedia kala. Lalu terbersit dalam benaknya untuk mengerjai tabib palsu tersebut.
"Aku harus mendapatkan 300 dinar-ku, tapi bagaimana caranya ya?" tanya Abu Nawas dalam hati, dikutip dari kanal YouTube Juha Official.
Setelah lama berpikir, akhirnya Abu Nawas menemukan ide cemerlang. Keesokan harinya dia membuka praktik pengobatan di depan rumahnya, lengkap dipasang papan yang bertuliskan, "Sembuh bayar 100 dinar, kalau tidak sembuh uang kembali 1.000 dinar."
Para pasien yang rencananya berobat ke tabib palsu, mendadak memilih datang ke rumah Abu Nawas. Rumah Abu Nawas pun penuh sesak oleh pasien.
Entah karena kebetulan atau bagaimana, hampir semua pasien yang diobati berhasil disembuhkan. Sementara di rumah tabib palsu terlihat sepi, tidak ada seorang pasien pun yang datang.
"Hari ini kenapa sepi sekali?" tanya sang tabib dalam hati.
Selang beberapa lama datanglah asistennya dan mengabarkan berita tentang klinik Abu Nawas. "Tuan, Abu Nawas sekarang buka praktik pengobatan," kata asistennya melaporkan.
"Benarkah?" tanya sang tabib.
"Benar tuan, di rumah Abu Nawas ramai sekali pasien datang. Itulah kenapa hari ini di rumah tuan sepi pasien," jawab asistennya.
Mendengar kabar itu, sang tabib tertawa mengejek, "Memangnya Abu Nawas sakti? Menyembuhkan dirinya saja tidak bisa," balas sang tabib dengan terus tertawa.
"Bukan masalah sakti atau tidaknya tuan, tapi di depan rumah Abu Nawas terpajang papan yang bertuliskan, 'Sembuh bayar 100 dinar, kalau tidak sembuh uang kembali 1.000 dinar," ujar sang asisten.
"Oh pantas aku hari ini sepi pasien, tapi apa memang benar begitu?" tanya sang tabib penasaran.
"Saya lihat sendiri tuan, tapi anehnya pasien yang berobat ke Abu Nawas hampir semuanya sembuh dari penyakitnya," jawab sang asisten.
Mendengar penuturan asistennya, muncul sifat asli tabib palsu. Ia berencana menipu Abu Nawas.
"Beberapa hari ke depan untuk sementara kita tutup dulu. Biarlah Abu Nawas yang membuka praktik pengobatan," ucap sang tabib kepada asistennya.
"Memangnya kenapa tuan?" tanya asistennya penasaran.
"Aku punya rencana untuk menipu Abu Nawas. Aku pasti akan mendapatkan 1.000 dinar," jawab tabib palsu itu.
"Tapi bagaimana caranya?" tanya sang asisten bertambah penasaran.
"Begini, aku akan berobat ke tempat Abu Nawas. Aku akan berpura-pura sakit pada indera perasa lidahku. Kalau ditanya sembuh atau tidak, tentu saja aku akan mengatakan tidak, karena yang tahu sembuh atau tidaknya kan hanya aku," paparnya.
"Dengan begitu, aku bisa dapat dengan mudah mendapat 1.000 dinar," kata sang tabib menjelaskan.
Singkat cerita, datanglah tabib palsu itu ke rumah Abu Nawas. "Hai, Abu Nawas. Aku ingin berobat kepadamu," kata sang tabib.
"Bukankah kau seorang tabib? Kenapa malah berobat kemari?" tanya Abu Nawas.
"Iya benar, tapi di tempatku tidak ada obatnya, makanya aku datang ke sini," jawab sang tabib.
"Memangnya kamu sakit apa?" tanya Abu Nawas lagi.
"Begini, Abu Nawas. Entah kenapa lidahku mati rasa. Aku tidak bisa merasakan apa-apa," kata sang tabib berpura-pura mengeluh.